Mengatasi Krisis Kebudayaan

Lukisan bertajuk ‘The Good and Evil Angels’ karya William Blake.

*)Ditulis oleh Otto Gross. Seorang psikoanalis Austria yang menjadi murid Sigmund Freud. Pernah tergabung dalam kelompok anarkis-utopis Ascona.

Psikologi alam bawah sadar adalah ilmu revolusi. Ilmu inilah yang dirujuk untuk memunculkan pemberontakan di dalam jiwa dan membebaskan individualitas dari ikatan alam bawah sadarnya sendiri. Merujuk ilmu ini akan membuat kita mampu secara bebas dalam kebebasan. Ilmu ini dirujuk pula sebagai kerja mempersiapkan revolusi.

Penilaian ulang—yang tak tertandingi—atas semua nilai akan diisi tentang masa depan yang akan datang. Pada saat ini, hal ini dimulai dengan pemikiran Nietzsche tentang kedalaman jiwa dan dengan penemuan Freud tentang teknik psikoanalitik. Yang terakhir disebut ini adalah metode praktis yang untuk pertama kalinya memungkinkan membebaskan alam bawah sadar untuk pengetahuan empiris; bagi kita, sekarang menjadi mungkin untuk mengenal diri kita sendiri. Dengan inilah lahir etika baru yang akan bertumpu pada keharusan moral untuk mencari pengetahuan nyata tentang diri sendiri dan sesama manusia.

Kehendak kuat yang mendorong “kewajiban baru untuk memahami kebenaran ini” adalah kita yang sampai hari ini tidak tahu apa-apa tentang masalah mana yang jauh lebih penting daripada yang lain; seperti pertanyaan tentang apa yang hakiki, penting dalam diri kita sendiri, kehidupan batin kita, & tentang diri kita sendiri dan sesama manusia. Kami bahkan belum pernah berada dalam posisi untuk menanyakan hal-hal ini. Apa yang kita pelajari adalah mengetahui bahwa—seperti kita saat ini—masing-masing kita hanya sebagian kecil memiliki dan mengenali yang menjadi milik sendiri dari keseluruhan totalitas yang dianut oleh kepribadian psikis.

Dalam setiap jiwa tanpa terkecuali, kesatuan dari keseluruhan yang berfungsi, yakni kesadaran hati nurani, bisa terbelah menjadi dua. Suatu kesadaran bisa memisahkan diri dan mempertahankan eksistensinya dengan cara menjaga dirinya terpisah dari bimbingan dan kontrol kesadaran—terlepas dari segala jenis pengamatan diri yang secara khusus diarahkan kepada dirinya sendiri.

Saya harus berasumsi bahwa pengetahuan tentang metode Freudian dan hasil pentingnya sudah tersebar luas. Karena Freud, kita memahami semua yang tidak pantas dan tidak memadai dalam kehidupan mental kita sebagai hasil dari pengalaman batin. Pengalaman ini berisi emosi yang memicu konflik hebat dalam diri kita.

Pada saat mengalami pengalaman itu—terutama masa kanak-kanak, tampaknya konflik tidak terpecahkan dan merasa dikeluarkan dari kesinambungan kehidupan batin yang diketahui oleh ego sadar. Sejak itu, pengalaman batin terus memotivasi kita dari alam bawah sadar dengan cara destruktif dan berlawanan yang tidak terkendali. Saya percaya bahwa apa yang benar-benar menentukan untuk terjadinya penindasan dapat ditemukan dalam konflik batin. Hal ini lebih dalam kaitannya daripada dorongan seksual. Seksualitas adalah motif universal untuk sejumlah konflik internal yang tak terbatas. Meskipun tidak melulu konflik dalam dirinya sendiri, sebagai objek moralitas, seksualitas selalu berdiri dalam konflik yang tak terpecahkan dengan segala sesuatu yang bernilai, kepemilikan, kesukarelaan, dan kenyataan.

Tampak pada tingkat terdalam, sifat alami konflik-konflik ini selalu dapat ditelusuri kembali secara komprehensif; yakni kepada konflik antara apa yang menjadi milik diri sendiri dan apa yang menjadi milik yang lain atau antara apa yang merupakan bawaan individu dan apa yang disarankan kepada kita; yaitu konflik terhadap apa yang dididikkan atau dipaksakan masuk ke kita. Konflik individualitas dengan semua prinsip yang telah menembus ke dalam diri kita yang terdalam ini, lebih banyak terjadi pada masa kanak-kanak dibandingkan masa-masa lainnya.

Tragedi itu juga lebih besar karena individualitas seseorang lebih kaya; lebih kuat dalam sifatnya sendiri. Semakin dini dan semakin kuat kapasitas untuk menahan sugesti dan gangguan, maka akan  memulai fungsi proteksi diri. Pula, semakin awal dan semakin intens konflik, hal tersebut bisa memecahbelah diri menjadi semakin dalam dan semakin parah.

Satu-satunya watak yang harus dihindari adalah mereka yang kecenderungan individualitasnya berkembang dengan sangat lemah dan sangat kurang mampu bertahan. Sehingga, di bawah tekanan saran dari lingkungan sosial dan pengaruh pendidikan, mereka berbicara untuk menyerah. Mereka menyerah demi menghentikan dan melenyapkan samasekali sifat-sifatnya; yang pada akhirnya, terbimbing oleh motif yang terdiri atas semua standar evaluasi warisan dan kebiasaan-kebiasaan reaksioner. Dalam karakter tingkat dua seperti itu, suatu kewarasan khusus yang nyata akan dapat mempertahankan dirinya sendiri; ialah fungsi damai dan harmonis dari seluruh jiwa atau—lebih tepatnya—dari apa yang tersisa dari jiwa.

Di sisi lain, setiap individu yang berdiri lebih tinggi dengan cara apapun dari keadaan normal saat ini,  dalam kondisi yang ada, mereka tidak dalam posisi untuk keluar dari konflik patogenis (yang bersifat parasit). Maka untuk mendapatkan kesehatan individualnya, ialah dengan cara perkembangan penuh harmoni dari kemungkinan tertinggi karakter individu yang dibawanya.

Dari semua ini, dapat dipahami bahwa karakter-karakter seperti itu sampai sekarang tidak peduli bahwa dalam bentuk lahiriah macam apa mereka akan memanifestasikan diri mereka sendiri; entah mereka menentang hukum dan moralitas, atau menuntun kita secara positif melampaui rata-rata, atau runtuh secara internal dan menjadi sakit—setelah merasakan kemuakan antara pemujaan atau belas kasihan sebagai pengecualian yang mengganggu—yang mana orang-orang pun mencoba untuk menghilangkannya. Akan dipahami, bahwa hari ini sudah ada permintaan untuk menyetujui orang-orang macam ini sebagai seorang sehat, pejuang, progresif, dan sebagai teladan belajar.

Dalam catatan sejarah, tidak satu pun revolusi berhasil membangun kebebasan untuk individualitas. Para individualis telah mereda secara tidak efektif setiap kali menjadi pelopor borjuisme baru. Mereka telah berakhir dengan keinginan orang untuk menginstal ulang diri mereka dalam kondisi-kondisi yang umumnya disepakati sebagai “normal”. Mereka runtuh karena revolusioneritas kemarin  sudah membawa otoritas dalam dirinya. Sekarang saja, akar dari semua otoritas dapat diakui terletak pada keluarga yang mengombinasikan seksualitas dan otoritas—seperti yang terlihat dalam keluarga patriarkal yang masih berlaku. Oleh karenanya, bertepuktanganlah setiap individualitas dalam rantai!

Sejauh ini, masa-masa krisis dalam budaya maju selalu dihadiri oleh keluhan tentang melonggarnya ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga. Tetapi dalam “kecenderungan tak bermoral” ini, orang-orang tidak pernah bisa mendengar seruan etis yang menegaskan kehidupan untuk menyerukan kemanusiaan sebagai pembebasan. Semuanya menjadi celaka dan hancur, juga masalah pembebasan dari dosa asal, seperti perbudakan wanita demi anak-anaknya tetap tidak terpecahkan.

Revolusioner hari ini dengan bantuan psikologi bawah sadar dapat melihat hubungan antara jenis kelamin dalam masa depan yang bebas dan menguntungkan. Berjuang melawan pemerkosaan dalam bentuknya yang paling primordial adalah melawan ayah & melawan patriarki. Revolusi yang akan datang adalah revolusi untuk matriarki (hak ibu). Tidak masalah dalam bentuk lahiriah seperti apa dan dengan apa arti itu akan muncul.

1913

[Pengalihbahasa: Maong-chan. Paman kucing yang amat-sangat menggemaskan.]