Anarkisme di Asia Timur

Anarkisme di Asia Timur

Selama dua dekade awal abad ke-20, anarkisme merupakan aliran pemikiran radikal paling penting di Asia Timur. Meski para anarkis Asia Timur tidak memberikan kontribusi orisinal yang berarti terhadap teori anarkis akan tetapi mereka berkontribusi memperkenalkan beberapa ide penting ke dalam politik dan budaya negara mereka, termasuk pendidikan universal, hak-hak kaum muda dan perempuan, dan tuntutan untuk menghapuskan semua pembagian kerja—Terutama antara pekerja balik meja dengan pekerja lapangan dan antara pekerja di sektor pertanian dengan industri. Mungkin kontribusi mereka yang paling signifikan dan bertahan lama adalah gagasan mengenai “revolusi sosial”—Pengertian “revolusi sosial” di sini adalah gagasan bahwa perubahan politik revolusioner tidak dapat terjadi tanpa perubahan radikal dalam masyarakat dan budaya, khususnya penghapusan institusi sosial yang secara inheren bersifat paksaan dan otoriter, seperti keluarga tradisional. Meskipun beberapa anarkis di Asia Timur mencoba untuk menciptakan revolusi melalui kekerasan, yang lain menolak kekerasan dan mendukung cara-cara damai, terutama melalui pendidikan. Namun demikian, mereka semua percaya bahwasannya politik ditentukan oleh masyarakat dan budaya, oleh karena itu masyarakat dan budaya harus menjadi fokus dari upaya revolusioner mereka.

 

Anarkisme di Jepang

Kotoku Shusu seorang penulis sekaligus aktivis Jepang adalah orang pertama di Asia Timur yang menyebut dirinya sendiri seorang anarkis. Pada tahun 1901, Kotoku, seorang pendukung awal sosialisme Jepang, ia membantu mendirikan Partai Sosial Demokrat, yang segera dilarang oleh pemerintah. Pada awal 1905, ia menerbitkan surat kabar Heimin shimbun (“Surat Kabar Rakyat”), yang mengecam Perang antara Rusia dan Jepang, surat kabar itu ditutup dan Kotoku dikurung. Saat di penjara, ia sangat terpengaruh oleh literatur anarkis—Terutama Fields, Factories and Workshops karangan Kropotkin—dan menerima anarkisme dengan sepenuh hati. Ketika di penjara ia menulis kepada temannya, “(aku) pergi [ke penjara] sebagai seorang Marxis-Sosialis dan kembali sebagai seorang anarkis radikal.” Setelah lima bulan di penjara, Kotoku melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, dimana ia bekerja sama dengan anggota The Industrial Workers of the World (IWW), yang dikenal sebagai ‘Wobblies’. Pengalamannya di Amerika Serikat membuatnya meninggalkan politik parlementer demi strategi “aksi langsung” yang penuh kekerasan.

Setelah kembalinya ke Jepang pada Juni 1906, Kotoku mulai mengorganisir pekerja untuk kegiatan radikal. Dia juga berhasil meyakinkan Partai Sosialis Jepang yang baru didirikan untuk mengambil pandangannya tentang aksi langsung. Pada tahun 1910, Kotoku termasuk di antara ratusan orang yang ditangkap karena terlibat dalam konspirasi untuk membunuh Kaisar Meiji. Meskipun ia telah menarik diri dari konspirasi sebelum penangkapannya, Kotoku diadili karena pengkhianatan dan dieksekusi pada tahun 1911. Kematiannya menandai awal dari “periode musim dingin” untuk anarkisme di Jepang, yang berlangsung sampai akhir Perang Dunia I.

 

 

Anarkisme di China

Tak lama setelah 1900, sebagai bagian dari reformasi yang mengikuti kegagalan pemberontakan Boxer, Dinasti Qing mulai mengirim banyak pemuda Cina untuk belajar di luar negeri, terutama di Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat. Di tempat-tempat ini dan di tempat lain, mahasiswa Tiongkok mendirikan organisasi nasionalis dan revolusioner yang berkomitmen untuk menggulingkan rezim kekaisaran. Dua yang paling penting dari kelompok ini—World Association, yang didirikan di Paris pada tahun 1906, dan the Society for the Study of Socialism, yang didirikan di Tokyo pada tahun 1907—yang secara gamblang mengadopsi program-program anarkis.

Antara tahun 1907 dan 1910, World Association menerbitkan sebuah majalah, The New Century, yang merupakan sumber informasi penting tentang teori anarkis dan gerakan anarkis Eropa dalam bahasa Cina. Mempromosikan anarkisme individualistis dan “futuristik”, majalah ini adalah salah satu publikasi berbahasa Cina pertama yang secara gamblang menyerang tradisi adat, terutama Konfusianisme. Di sisi lain, the Society for the Study of Socialism, lebih menyukai anarkisme anti-modern yang dipengaruhi oleh pasifis-radikal sekaligus novelis Rusia, Leo Tolstoy, yang menekankan kedekatan antara anarkisme dan arus filosofis Cina di masa lampau, terutama Taoisme. The Society for the Study of Socialism melalui publikasinya, Natural Justice and Balance,  mendorong program-program Kropotkin untuk menggabungkan sektor pertanian dengan industri dan pekerja balik meja dengan lapangan, ide-ide yang nantinya akan memiliki dampak berkelanjutan pada radikalisme Cina.

Aktivitas anarkis yang signifikan di Cina sendiri baru dimulai setelah revolusi Cina (1911–12). Para anarkis Cina yang belajar di Paris (yang disebut “Paris Anarkis”) kembali ke Beijing dan segera terlibat dalam reformasi pendidikan dan kebudayaan. Yakin akan perlunya revolusi sosial, para anarkis Paris menganjurkan ilmu pengetahuan Barat yang menentang agama dan takhayul, menyerukan pembebasan perempuan dan pemuda, menolak keluarga tradisional dan nilai-nilai Konfusianisme yang menjadi dasarnya, dan secara eksperimental terorganisir komunitas studi kerja sebagai alternatif dari bentuk tradisional keluarga dan kehidupan kerja. Gagasan dan praktik ini sangat mempengaruhi gerakan Budaya Baru pada akhir 1910-an dan awal 1920-an. Dipimpin oleh generasi intelektual yang dikirim ke luar negeri untuk belajar, gerakan ini sangat kritis terhadap semua aspek budaya dan etika Tiongkok tradisional dan menyerukan reformasi menyeluruh di lembaga-lembaga sosial dan politik yang ada.

Kaum anarkis juga aktif di Cina Selatan. Di Guangzhou, sekolah adat anarkisme dibentuk di sekitar revolusioner karismatik Liu Shifu, yang lebih dikenal dengan nama adopsi Shifu. Pada tahun 1912, Shifu mendirikan Cock-Crow Society, yang majalahnya, People’s Voice, adalah organ utama anarkisme Cina pada tahun 1910. Meskipun bukan seorang pemikir yang orisinal, Shifu adalah ekspositor yang terampil dalam pengajaran anarkis. Pertukaran polemiknya dengan pemimpin sosialis Jiang Khangu membantu mempopulerkan anarkisme sebagai “sosialisme murni” dan membedakannya dari aliran lain dalam pemikiran sosialis.

 

Anarkisme di Vietnam dan Korea

Gagasan anarkis memasuki Vietnam melalui kegiatan pemimpin nasionalis Vietnam awal, Phan Boi Chau. Phan, yang berperang melawan pemerintahan kolonial Prancis dalam dua dekade pertama abad ke-20. Phan dikenalkan ke anarkisme oleh para intelektual Cina di Tokyo pada tahun 1905-1909. Meskipun Phan sendiri bukan seorang anarkis, pemikirannya mencerminkan nilai-nilai anarkis, terutama pemikirannya mengenai anti-imperialisme dan “aksi langsung”. Setelah Revolusi Tiongkok pada tahun 1911, Phan pindah ke Cina Selatan, bergabung dengan beberapa organisasi yang memeluk atau dipengaruhi oleh anarkisme, termasuk Worldwide League for Humanity. Dia juga menerima saran dan dukungan keuangan dari Shifu. Pada tahun 1912, dengan bantuan Shifu, ia mendirikan League of the Restoration of Vietnam dan League for the Prosperity of China and Asia, yang bertujuan untuk membangun hubungan antara gerakan revolusioner di Cina dan gerakan di negara-negara jajahan seperti Vietnam, Burma (Myanmar), India dan Korea.

Pada awal 1920-an, radikalis Korea mendirikan masyarakat anarkis di Tokyo dan berbagai lokasi di Cina. Seperti rekan-rekan mereka di Vietnam, mereka secara khusus tertarik pada anarkisme karena anti-imperialisme dan penekanan pada aksi langsung, yang membenarkan perlawanan keras terhadap pemerintah kolonial Jepang. Bagi para pemimpin seperti Shin Chae-Ho, anarkisme adalah alternatif demokratis yang menarik daripada komunisme Bolshevik, yang pada saat itu mengancam akan mengambil kendali atas gerakan radikal di Korea.

 

Kemerosotan anarkisme di Asia Timur

Pada awal 1920-an, anarkisme mengalami kemerosatan di sebagian besar Asia Timur yang tidak akan pulih. Setelah Revolusi Rusia 1917, kaum komunis Bolshevik di Jepang, Cina, Vietnam, dan Korea mendirikan masyarakat revolusioner mereka sendiri, yang pada akhirnya diubah menjadi partai-partai politik bawah tanah, dan mulai bertarung dengan kaum anarkis untuk mendapatkan pengaruh dalam gerakan buruh. Dihadapkan dengan kemampuan organisasi Bolshevik yang unggul dan dukungan finansial yang mereka terima dari Uni Soviet yang baru dibentuk, para anarkis hanya dapat melawan dengan ala kadarnya dan dengan cepat teratasi. Pada 1927, anarkis Cina mencurahkan sebagian besar energinya untuk pertempuran yang tidak akan mereka menangkan ini, kadang-kadang bersamaan dengan unsur-unsur reaksioner dalam Kuomintang (Partai Nasionalis) yang terstruktur dengan longgar. Di Jepang, aktivitas anarkis mengalami kebangkitan singkat pada pertengahan 1920-an di bawah Hatta Shuzo, yang merumuskan doktrin anarkisme “murni” yang bertentangan dengan pengaruh Marxis. Suatu periode konflik antara kaum anarkis yang murni dan anarkis yang berorientasi marxis berakhir pada awal 1930-an, ketika semua bentuk radikalisme dihancurkan oleh pemerintah militer.

Meskipun kaum anarkis di Cina secara politis tidak relevan setelah awal 1920-an, mereka terus bekerja pada revolusi sosial dalam pendidikan dan budaya. Penulis Ba Jin menulis novel dan cerita pendek dengan tema anarkis yang sangat populer di Cina pada 1930-an dan 1940-an, dan Ba ​​dipilih sebagai organisasi sastra dan budaya utama setelah kemenangan komunis dalam Perang Sipil Tiongkok (1945-1949). Pada tahun 1927, sekelompok anarkis Paris membantu mendirikan Universitas Buruh yang berumur pendek di Shanghai, yang mempraktikkan ide-ide anarkis dalam menggabungkan kerja balik meja dengan kerja lapangan. Ide-ide ini bertahan lama setelah gerakan anarkis itu sendiri menghilang, mempengaruhi perdebatan mengenai kebijakan ekonomi dalam pemerintahan komunis pada dekade-dekade setelah 1949.


[Penerjemah: Blocknroll.]