*Dipotret oleh Tukang Tato dari Alas Kawung.
–
Saat foto ini ditebar oleh page Front Vandal Nusantara via media sosial bikinan Mark Zuckerberg, banyak reaksi netizen yang keheranan seakan tak percaya. Sebagian mereka menganggap ini hanyalah guyonan. Sebagiannya lagi dengan agak percaya menganggap kagum bahwa skena antifasis telah menyusupi/disusupi perempuan-perempuan berhijab.
–
Respon seperti itu justru merepresentasikan alam bawah sadar netizen Indonesia—apalagi konten ini cenderung tersebar di kalangan aktivis, antiotoritarian, & sejenis intelektual kritis—masih dikangkangi oleh doktrin-doktrin ketidakmungkinan pertemuan antara ‘yang religius’ dengan ‘yang rebel’. Para konsumen dan pembagi konten ini masih banyak terjebak dalam kotak-kotak bahwa berpenampilan identik dengan agama tertentu cenderung ‘aneh’ untuk menjadi antifasis yang jelas-jelas melawan bigotri & konservatisme.
–
Namun hal-hal di atas tak jadi soal teramat serius. Memang benar memang, konten ini sengaja ditebar demi penyegaran lini pembangkangan. Justru sebagai penyegar, pic ini ingin menampar pikiran atau mental kita bahwa tidak ada yang tak mungkin bagi kita untuk bermain-main di antara lambang-lambang yang diidentikkan dengan konservatisme untuk menculiknya ke dalam teks-teks pembangkangan. Dan pula, potret ini justru bisa menjadi cerminan bahwa seberapa fasistiknya alam bawah sadar kita bila rasa aneh cenderung mendominasi saat melihat hijab sebagai simbol religi dipadupadankan dengan bendera antifa sebagai panji gaya pembangkangan atas kekolotan.
–
Lalu, seberapa fasiskah dirimu?