Max Stirner – yang Unik dan Miliknya

Sampul ini dibuat oleh: BajahitamJRX

Jadi gini, Max Stirner yang sering kalian lihat meme-nya seliweran di internet itu pertama kali menerbitkan karyanya di Jerman tahun 1844, lalu tahun 1907 dialih-bahasakan untuk pertama kalinya ke dalam bahasa Inggris oleh Steven T. Byington dengan judul The Ego and His Own . Sejak itu sampai sekarang, setiap edisi dari buku Stirner ini merupkan reproduksi atau revisi dari terjemahannya Byington. dan bukan suatu kebetulan, ada seorang individu yang sedang baik-baiknya, berusaha untuk menerjemahkan buku Stirner ini ke dalam bahasa indonesia untuk dipublikasikan kepada kalian semua yang suka membaca-bacaan. gausah banyak cingcong, Silakan langsung disedot:

Max Stirner, Ryvalen Pedja – Yang Unik dan Miliknya-Jurnal Bodat (2024)

 

 


*) Ini merupakan perbaikan dari terjemahan sebelumnya yang (karena alasan tertentu) pernah kami publikasikan secara serampangan tanpa melalui proses penyuntingan. wkwk! semoga kalian bisa menikmati membaca yang satu ini, yhaa!


 

_

[ Redaksi Bodat ]

 

Max Stirner, Anarkis Individualis, dan Pandangan Kritis pada Komunisme Egois

MAX STIRNER, ANARKIS INDIVIDUALIS DAN PANDANGAN KRITIS PADA KOMUNISME EGOIS

“saya tidak membutuhkan filosofi kawanan untuk menipu diri sendiri dan fantasi komunisasi yang rela berkorban. Saya menentang kultus konformis kolektivis pekerja, yang meniadakan individu ke dalam peran permanen sebagai produsen dan konsumen. Ketika saya bekerja, saya melakukannya karena saya dipaksa dan diperas. Jadi saya menolak peran budak sebagai “pekerja”. saya ingin melihat penghapusan kerja sebagai sebuah konsep. Saya ingin melihat alat produksi dan distribusi direduksi menjadi abu, diledakkan, dibuang, dihancurkan, dan diganti dengan hutan pangan yang luas dan taman warna-warni yang tumbuh subur di atas puing-puing.”

________________

Komunisme egois adalah kontradiksi. Komunis egois ingin menghancurkan semua institusi kapitalisme dan menggantinya dengan yang komunis. Komune-komune inilah tempat keputusan besar masyarakat akan dibuat, apakah anda setuju atau tidak. Di sinilah tirani mayoritas atau ahli akan berlaku. Di sinilah anda akan diasingkan oleh hantu ciptaan anda sendiri. Komune-komune ini akan menjadi pembentukan aparatur negara baru. Ini akan menjadi instrumen yang digunakan untuk memutuskan langkah yang akan diambil, apa yang baik untuk saya, apa yang baik untuk minat saya.

Tetapi komunis egois berteriak bahwa masyarakat mereka akan sepenuhnya “sukarela”. Tapi itu akan menjadi kepatuhan sukarela. Kepatuhan pada komune, kepatuhan pada mayoritas, pada ahli dan pengelola. Jika tidak ada kepatuhan, akan selalu ada pembersihan. Saya yakin akan ada pasukan polisi komunis yang egois untuk menghadapi ancaman kontra-revolusioner yang tidak patuh

Bagaimana Cara untuk Mati?

 

Klik untuk Mengunduh —-> Bagaimana Cara untuk Mati  

 

Sebuah esai yang ditulis oleh seorang manusia berinisial “F”. Silahkan unduh dan bagikan kepada siapapun yang mungkin tertarik untuk membacanya.

Paradigma Anarkis: Perang Melawan Semua

Seringkali para aktivis kekirian mununjukkan identitas serta membanggakan ideologinya dengan sikap yang kritis terhadap birokrasi saat ini. Semakin hari semakin terlihat jelas kebodohan para kaum kiri yang menyuarakan demokrasi di dalam sebuah negeri demokrasi yang terbalik. Sebuah ideologi yang menganut kediktatoran of proletariat dengan masyarakat determinis yang menjadi minoritas sedang memimpikan demokrasi. Terlihat jelas bagaimana kebodohan mereka ditunjukkan; keadilan tidak akan pernah dapat diwujudkan pada sebuah sistem bernegara. Mari kita kaji kembali bagaimana kekejaman yang sering dilakukan oleh pemerintahan melalui histori masa lalu maupun masa kini.

Indonesia telah menorehkan sejarah kelam atas kemanusiaan pada tragedi genosida di tahun 65 ketika rezim Orla digulingkan oleh Soeharto, dan pada masa Orba banyak sekali pelanggaran HAM yang terjadi. Kali ini saya akan mengatakan sekali lagi dengan keras bahwa apapun yang mereka tunjukkan terhadap kalian semua hanyalah kompetisi tentang siapa yang lebih unggul dan dapat menguasai.

Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki sejarah kelam atas pelanggaran kemanusiaan. Blok Barat memenangkan kompetisi dalam negeri ini, seperti halnya Kamboja yang dikendalikan oleh kaum kiri dan mereka pun memiliki sejarah bagaimana pembantaian terjadi pada rezim Khmer Merah. Omong kosong tentang prinsip dan sebuah nilai ideal; kasus perampasan lahan secara paksa saat ini pun sering terjadi, ruang hidup masyarakat yang memposisikan diri di bawah hirarki selalu menjadi bahan utama dalam penindasan; mari bersikap angkuh tentang semua omong kosong perwakilan manapun, dan tertawakan setiap orasi, sumpah, janji, aturan, hukum, dan semua kebohongan yang mereka utarakan.

Saatnya kita jadikan tontonan pertarungan para imperator dengan kaisar yang saling berebut panggung. Dengan cara ini kita dapat sedikit melenggangkan tentang siapa yang akan mendominasi. Siapkan beberapa batu serta botol kaca, kita buat pertunjukan lebih menarik di dalam koloseum.

 


Ditulis oleh Persetansemua.

‘Dua Mode Sejarah Polisi’ oleh CrimethInc.

 

[ Download link zine tentang ‘Sejarah Polisi’ dari teks CrimethInc. ]

 

Jadi begini, web  favorit pegiat anarko-anarkoan pun penge- fans insureksi-insureksian aka CrimethInc. , pernah menerbitkan teks mengenai sejarah polisi lewat dua mode (patroli budak & kontrol pekerja sipil). Kebetulan, ada seorang individu yang sedang baik-baiknya, berusaha menerjemahkan itu untuk dibagi gratis kepada kalian semua yang suka baca-bacaan. Wes ya, nggak usah banyak cingcong, langsung aja serupuuuttt atas download link .

 

_

[ Redaksi Bodat ]

Dunia Sedang Merangkak Menuju Kehancuran?

We crawl away from the 2020;
ashes, ashes, ashes, then,
we all fall to dust.

Hidup menjadi jauh lebih buruk dan tidak membahagiakan saat ini. di tengah dunia yang sedang dilanda wabah corona, semuanya menjadi terasa melelahkan, membosankan, dan juga membuat stress. ini aneh. siapa yang tak merasakannya? aku bahkan merasa bosan berada di rumah karena isolasi, padahal aku sudah melakukan itu sebelum kondisi mengharuskan semua orang melakukan isolasi  dan tampaknya itu membuatku merasa segalanya menjadi jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan ketika aku melakukannya atas kemauan sendiri. mungkin kalian juga merasakan hal yang sama sepertiku.

jika segalanya terasa lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya karena kita sedang berada di penghujung peradaban, sepertinya kita harus berhenti menganggap bahwa 2020 adalah tahun yang buruk dan berhenti berpikir seolah-olah hal-hal buruk hanya terjadi tergantung pada tanggal dan perhitungan tahun di kalender. percayalah bahwa 2021, 2022, 2023, …., dst, tidak akan menjadi lebih baik, setiap hari akan terus memburuk dan semakin memburuk. badai pasti berlalu pun dengan segala hal buruk, tentu saja, tapi ketika satu hal buruk berlalu, hal buruk lainnya sudah menunggu di depan sana. mari berikan ucapan selamat datang dan berikan perayaan untuknya.

Kita semua sama-sama tahu bahwa saat ini hidup sedang berantakan dan menyebalkan, meski demikian, bukan berarti aku mengatakan bahwa kehidupan sebelum wabah datang itu menyenangkan, tapi mungkin apa yang akan terjadi pada beberapa dekade selanjutnya akan membuat hari ini dan sebelumnya terlihat seperti kenangan indah. adanya wabah ini paling tidak memberikan kita kesadaran hingga kita tahu betapa mudahnya kehidupan ini berhenti dan seberapa cepat semuanya bisa berubah. pelajaran penting dari wabah ini: kehidupan yang kita kenal sekarang telah berakhir. tidak, aku tidak mengatakan bahwa isolasi akan terjadi selamanya. Tapi wabah ini tidak akan hilang dalam waktu dekat. Oleh karena itulah, dalam kurun waktu yang entah sampai kapan, kita akan hidup berdampingan bersama virus dan tentu saja ini akan merampas kehidupan kita dan menyebabkan gelombang depresi yang besar, melebihi yang pernah ada pada tahun 1930. jika sebelumnya dunia membentuk sebagian dari generasi kita menjadi generasi konsumtif yang sama murahannya dengan produk yang dibeli, saat ini dunia menjadikan kita generasi depresif karena sebagian besar umat manusia tidak memiliki tempat tinggal, tidak mampu untuk bertahan hidup, dan kebingungan untuk mencari nafkah karena sulitnya mencari pekerjaan dan juga upah yang semakin menurun, dst. mungkin kalian yang memiliki sejumlah tabungan mampu untuk bertahan tanpa harus dipusingkan dengan pilihan mengenai hal paling mendasar dalam hidup karena kalian mempunyai banyak akal untuk tetap memenuhi kebutuhan dasar kalian tanpa harus memilih sehingga kalian akan mampu melewati itu, masalahnya adalah ketika kalian menghabiskan pendapatan dan tabungan untuk memenuhi kebutuhan dasar, lama-kelamaan uang kalian akan habis karena kalian terlalu banyak mengeluarkan uang untuk mempertahankan kebiasaan kalian. pada titik inilah sepertinya kalian memang harus khawatir dengan apa yang akan terjadi beberapa puluh tahun ke depan.

dunia sedang merangkak maju menuju akhir peradaban dan wabah ini, mungkin, hanyalah awal dari segala hal lain yang lebih spektakuler, atau dengan kata lain, wabah adalah satu dari sekian banyak gambaran, peringatan, dan juga potret mengenai masa depan kehidupan kita yang suram. maka cukup mudah untuk membayangkan hal apa saja yang akan terjadi pada tiga atau empat dekade terhitung sejak wabah ini bergulir. perubahan iklim, kerusakan ekologi, depresi ekonomi, krisis keuangan, pergolakan politik, dan gelombang baru untuk wabah penyakit sudah menunggu di depan sana. perubahan iklim akan meningkatkan tingkat kepunahan ikan karena bumi mengalami ketidakstabilan suhu dan musim mengakibatkan air yang ditinggali ikan menjadi terlalu hangat sehingga ikan tidak bisa berkembang biak. disusul dengan kerusakan ekologi yang diawali dengan putusnya rantai kehidupan dan matinya hewan-hewan seperti cacing, serangga, lebah, dan seterusnya yang memiliki peran penting dalam berjalannya  kehidupan di planet ini. Sungai-sungai berubah menjadi lumpur karena ikan yang biasa membersihkan sungai, telah mati. tidak ada lagi yang akan memberi makan tanaman dan menjaga kesehatan hutan karena serangga pun telah pergi—mati. inilah saat di mana ekosistem di bumi mengalami penurunan yang tidak dapat diubah dan akan menyebabkan bencana bagi kita.

pew, di titik ini kehidupan di bumi perlahan mulai mati. 

bumi akan dilanda kekeringan, sungai tak lagi bersih, ini akan menjadi periode dimana air bersih menjadi sesuatu yang mewah. tanah berubah menjadi debu dan sulit untuk ditanami, tidak ada lagi panen, bahan mentah tidak lagi bisa diakses. tidak ada lagi makanan yang mudah didapatkan. pun dengan langkanya obat-obatan yang berbahan dasar senyawa, dan seterusnya. kita akan bersaing sengit hanya untuk mendapatkan makanan, yang tak mampu bersaing akan mati kelaparan. kematian massal menjadi penanda lenyapnya sebagian manusia bersamaan dengan peradaban saat ini tapi tidak menutup kemungkinan akan ada sebuah peradaban baru yang tentu saja akan berbeda dengan peradaban kita karena kehidupan manusia bisa saja berakhir tapi bukan berarti itu akhir dari proyeksi individu. siapa yang tahu? yang pasti adalah bahwa kehancuran telah ada di depan mata kita, wabah corona memberikan kita peringatan dan ia mengajari kita untuk bisa melihat akhir dunia dari sini. kita bisa melihat cahaya peradaban meredup kemudian padam. semua hilang dan yang tersisa hanyalah perjuangan yang putus asa dari manusia untuk mempertahankan hidupnya. saling ‘memakan’ satu sama lain hingga semua berubah menjadi debu, api, dan kematian. maka jika saat itu ada hukum universal yang berlaku di bumi, itu adalah kenyataan yang kuat memakan yang lemah. begitulah akhir dari peradaban manusia saat ini. biarkanlah semuanya hancur tapi kita harus pastikan bahwa kita akan menari diatasnya dan merayakan kehancurannya. 

Ocehan mengenai akhir dari dunia ini tak lebih dari sekadar omong kosong. kita tetap tidak akan pernah mengetahui dengan pasti kapan dunia ini benar-benar berakhir, tapi setiap tindakan yang manusia ambil adalah suatu kemungkinan yang bisa mengantarkan manusia menuju kepunahannya. hidup di akhir-akhir peradaban memang menyebalkan. bukan hanya karena hidup ini melelahkan, membosankan, dan suram. tapi karena kita tahu bahwa seharusnya kita bisa terhindar dari ini jika saja kita tidak melakukan sdlfj&@**#(@skdkj tapi sudahlah mungkin memang harus selalu seperti ini, kita harus selalu gagal agar kita bisa tetap mewariskan kegagalan kepada generasi setelah kita. seperti yang dilakukan oleh generasi sebelum kita kepada generasi kita.

 


Ditulis oleh: Vlen


Tulisan ini juga sedikit merangkum beberapa informasi dari tulisan di Medium yang berjudul If Life Feels Bleak, It’s Because Our Civilization is Beginning to Collapse

 

Anarkisme di Asia Timur

Anarkisme di Asia Timur

Selama dua dekade awal abad ke-20, anarkisme merupakan aliran pemikiran radikal paling penting di Asia Timur. Meski para anarkis Asia Timur tidak memberikan kontribusi orisinal yang berarti terhadap teori anarkis akan tetapi mereka berkontribusi memperkenalkan beberapa ide penting ke dalam politik dan budaya negara mereka, termasuk pendidikan universal, hak-hak kaum muda dan perempuan, dan tuntutan untuk menghapuskan semua pembagian kerja—Terutama antara pekerja balik meja dengan pekerja lapangan dan antara pekerja di sektor pertanian dengan industri. Mungkin kontribusi mereka yang paling signifikan dan bertahan lama adalah gagasan mengenai “revolusi sosial”—Pengertian “revolusi sosial” di sini adalah gagasan bahwa perubahan politik revolusioner tidak dapat terjadi tanpa perubahan radikal dalam masyarakat dan budaya, khususnya penghapusan institusi sosial yang secara inheren bersifat paksaan dan otoriter, seperti keluarga tradisional. Meskipun beberapa anarkis di Asia Timur mencoba untuk menciptakan revolusi melalui kekerasan, yang lain menolak kekerasan dan mendukung cara-cara damai, terutama melalui pendidikan. Namun demikian, mereka semua percaya bahwasannya politik ditentukan oleh masyarakat dan budaya, oleh karena itu masyarakat dan budaya harus menjadi fokus dari upaya revolusioner mereka.

 

Anarkisme di Jepang

Kotoku Shusu seorang penulis sekaligus aktivis Jepang adalah orang pertama di Asia Timur yang menyebut dirinya sendiri seorang anarkis. Pada tahun 1901, Kotoku, seorang pendukung awal sosialisme Jepang, ia membantu mendirikan Partai Sosial Demokrat, yang segera dilarang oleh pemerintah. Pada awal 1905, ia menerbitkan surat kabar Heimin shimbun (“Surat Kabar Rakyat”), yang mengecam Perang antara Rusia dan Jepang, surat kabar itu ditutup dan Kotoku dikurung. Saat di penjara, ia sangat terpengaruh oleh literatur anarkis—Terutama Fields, Factories and Workshops karangan Kropotkin—dan menerima anarkisme dengan sepenuh hati. Ketika di penjara ia menulis kepada temannya, “(aku) pergi [ke penjara] sebagai seorang Marxis-Sosialis dan kembali sebagai seorang anarkis radikal.” Setelah lima bulan di penjara, Kotoku melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, dimana ia bekerja sama dengan anggota The Industrial Workers of the World (IWW), yang dikenal sebagai ‘Wobblies’. Pengalamannya di Amerika Serikat membuatnya meninggalkan politik parlementer demi strategi “aksi langsung” yang penuh kekerasan.

Setelah kembalinya ke Jepang pada Juni 1906, Kotoku mulai mengorganisir pekerja untuk kegiatan radikal. Dia juga berhasil meyakinkan Partai Sosialis Jepang yang baru didirikan untuk mengambil pandangannya tentang aksi langsung. Pada tahun 1910, Kotoku termasuk di antara ratusan orang yang ditangkap karena terlibat dalam konspirasi untuk membunuh Kaisar Meiji. Meskipun ia telah menarik diri dari konspirasi sebelum penangkapannya, Kotoku diadili karena pengkhianatan dan dieksekusi pada tahun 1911. Kematiannya menandai awal dari “periode musim dingin” untuk anarkisme di Jepang, yang berlangsung sampai akhir Perang Dunia I.

 

 

Anarkisme di China

Tak lama setelah 1900, sebagai bagian dari reformasi yang mengikuti kegagalan pemberontakan Boxer, Dinasti Qing mulai mengirim banyak pemuda Cina untuk belajar di luar negeri, terutama di Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat. Di tempat-tempat ini dan di tempat lain, mahasiswa Tiongkok mendirikan organisasi nasionalis dan revolusioner yang berkomitmen untuk menggulingkan rezim kekaisaran. Dua yang paling penting dari kelompok ini—World Association, yang didirikan di Paris pada tahun 1906, dan the Society for the Study of Socialism, yang didirikan di Tokyo pada tahun 1907—yang secara gamblang mengadopsi program-program anarkis.

Antara tahun 1907 dan 1910, World Association menerbitkan sebuah majalah, The New Century, yang merupakan sumber informasi penting tentang teori anarkis dan gerakan anarkis Eropa dalam bahasa Cina. Mempromosikan anarkisme individualistis dan “futuristik”, majalah ini adalah salah satu publikasi berbahasa Cina pertama yang secara gamblang menyerang tradisi adat, terutama Konfusianisme. Di sisi lain, the Society for the Study of Socialism, lebih menyukai anarkisme anti-modern yang dipengaruhi oleh pasifis-radikal sekaligus novelis Rusia, Leo Tolstoy, yang menekankan kedekatan antara anarkisme dan arus filosofis Cina di masa lampau, terutama Taoisme. The Society for the Study of Socialism melalui publikasinya, Natural Justice and Balance,  mendorong program-program Kropotkin untuk menggabungkan sektor pertanian dengan industri dan pekerja balik meja dengan lapangan, ide-ide yang nantinya akan memiliki dampak berkelanjutan pada radikalisme Cina.

Aktivitas anarkis yang signifikan di Cina sendiri baru dimulai setelah revolusi Cina (1911–12). Para anarkis Cina yang belajar di Paris (yang disebut “Paris Anarkis”) kembali ke Beijing dan segera terlibat dalam reformasi pendidikan dan kebudayaan. Yakin akan perlunya revolusi sosial, para anarkis Paris menganjurkan ilmu pengetahuan Barat yang menentang agama dan takhayul, menyerukan pembebasan perempuan dan pemuda, menolak keluarga tradisional dan nilai-nilai Konfusianisme yang menjadi dasarnya, dan secara eksperimental terorganisir komunitas studi kerja sebagai alternatif dari bentuk tradisional keluarga dan kehidupan kerja. Gagasan dan praktik ini sangat mempengaruhi gerakan Budaya Baru pada akhir 1910-an dan awal 1920-an. Dipimpin oleh generasi intelektual yang dikirim ke luar negeri untuk belajar, gerakan ini sangat kritis terhadap semua aspek budaya dan etika Tiongkok tradisional dan menyerukan reformasi menyeluruh di lembaga-lembaga sosial dan politik yang ada.

Kaum anarkis juga aktif di Cina Selatan. Di Guangzhou, sekolah adat anarkisme dibentuk di sekitar revolusioner karismatik Liu Shifu, yang lebih dikenal dengan nama adopsi Shifu. Pada tahun 1912, Shifu mendirikan Cock-Crow Society, yang majalahnya, People’s Voice, adalah organ utama anarkisme Cina pada tahun 1910. Meskipun bukan seorang pemikir yang orisinal, Shifu adalah ekspositor yang terampil dalam pengajaran anarkis. Pertukaran polemiknya dengan pemimpin sosialis Jiang Khangu membantu mempopulerkan anarkisme sebagai “sosialisme murni” dan membedakannya dari aliran lain dalam pemikiran sosialis.

 

Anarkisme di Vietnam dan Korea

Gagasan anarkis memasuki Vietnam melalui kegiatan pemimpin nasionalis Vietnam awal, Phan Boi Chau. Phan, yang berperang melawan pemerintahan kolonial Prancis dalam dua dekade pertama abad ke-20. Phan dikenalkan ke anarkisme oleh para intelektual Cina di Tokyo pada tahun 1905-1909. Meskipun Phan sendiri bukan seorang anarkis, pemikirannya mencerminkan nilai-nilai anarkis, terutama pemikirannya mengenai anti-imperialisme dan “aksi langsung”. Setelah Revolusi Tiongkok pada tahun 1911, Phan pindah ke Cina Selatan, bergabung dengan beberapa organisasi yang memeluk atau dipengaruhi oleh anarkisme, termasuk Worldwide League for Humanity. Dia juga menerima saran dan dukungan keuangan dari Shifu. Pada tahun 1912, dengan bantuan Shifu, ia mendirikan League of the Restoration of Vietnam dan League for the Prosperity of China and Asia, yang bertujuan untuk membangun hubungan antara gerakan revolusioner di Cina dan gerakan di negara-negara jajahan seperti Vietnam, Burma (Myanmar), India dan Korea.

Pada awal 1920-an, radikalis Korea mendirikan masyarakat anarkis di Tokyo dan berbagai lokasi di Cina. Seperti rekan-rekan mereka di Vietnam, mereka secara khusus tertarik pada anarkisme karena anti-imperialisme dan penekanan pada aksi langsung, yang membenarkan perlawanan keras terhadap pemerintah kolonial Jepang. Bagi para pemimpin seperti Shin Chae-Ho, anarkisme adalah alternatif demokratis yang menarik daripada komunisme Bolshevik, yang pada saat itu mengancam akan mengambil kendali atas gerakan radikal di Korea.

 

Kemerosotan anarkisme di Asia Timur

Pada awal 1920-an, anarkisme mengalami kemerosatan di sebagian besar Asia Timur yang tidak akan pulih. Setelah Revolusi Rusia 1917, kaum komunis Bolshevik di Jepang, Cina, Vietnam, dan Korea mendirikan masyarakat revolusioner mereka sendiri, yang pada akhirnya diubah menjadi partai-partai politik bawah tanah, dan mulai bertarung dengan kaum anarkis untuk mendapatkan pengaruh dalam gerakan buruh. Dihadapkan dengan kemampuan organisasi Bolshevik yang unggul dan dukungan finansial yang mereka terima dari Uni Soviet yang baru dibentuk, para anarkis hanya dapat melawan dengan ala kadarnya dan dengan cepat teratasi. Pada 1927, anarkis Cina mencurahkan sebagian besar energinya untuk pertempuran yang tidak akan mereka menangkan ini, kadang-kadang bersamaan dengan unsur-unsur reaksioner dalam Kuomintang (Partai Nasionalis) yang terstruktur dengan longgar. Di Jepang, aktivitas anarkis mengalami kebangkitan singkat pada pertengahan 1920-an di bawah Hatta Shuzo, yang merumuskan doktrin anarkisme “murni” yang bertentangan dengan pengaruh Marxis. Suatu periode konflik antara kaum anarkis yang murni dan anarkis yang berorientasi marxis berakhir pada awal 1930-an, ketika semua bentuk radikalisme dihancurkan oleh pemerintah militer.

Meskipun kaum anarkis di Cina secara politis tidak relevan setelah awal 1920-an, mereka terus bekerja pada revolusi sosial dalam pendidikan dan budaya. Penulis Ba Jin menulis novel dan cerita pendek dengan tema anarkis yang sangat populer di Cina pada 1930-an dan 1940-an, dan Ba ​​dipilih sebagai organisasi sastra dan budaya utama setelah kemenangan komunis dalam Perang Sipil Tiongkok (1945-1949). Pada tahun 1927, sekelompok anarkis Paris membantu mendirikan Universitas Buruh yang berumur pendek di Shanghai, yang mempraktikkan ide-ide anarkis dalam menggabungkan kerja balik meja dengan kerja lapangan. Ide-ide ini bertahan lama setelah gerakan anarkis itu sendiri menghilang, mempengaruhi perdebatan mengenai kebijakan ekonomi dalam pemerintahan komunis pada dekade-dekade setelah 1949.


[Penerjemah: Blocknroll.]

‘Apa itu Ateis?’ – Sylvain Maréchal

 

Ambil Saja via Sini, Nggak Usah Sungkan…

 

_

 

Lebaran terjadi lagi. Selamat mengawal Syawal 1441 Hijriyah.

Maka dengan momen itu, dihantarkanlah kado spiritual ini. Ya, ini merupakan kado spiritual bagi siapa saja jika pemikirannya jernih & berjiwa fitri. Tak peduli ateis, beragama, atau percaya makhluk seabstrak apa pun untuk disembah, asal kamu tidak menafikan keliaran nalar serta tidak menggurui orang-orang yang perutnya lapar, kamu layak membaca pamflet spiritual ini.

Tak bisa dipungkiri, ateis kerap mengandalkan nalarnya untuk merasionalisasi segala hal untuk meniadakan tuhan atau malah mencipta “tuhan”-nya sendiri. Dan itu memang fakta. Namun di balik pemujaan akal rasionalnya, ateis-ateis juga memiliki beban moral—yang kadang juga emosional. Terbukti lewat pamflet ini, Sylvain Maréchal, penganjur moral ateisme, menuliskan tata laku menjadi ateis yang bijaksana dalam menghidupi dirinya.

Pamflet ini tetap bukanlah kado moralis. Pamflet ini hanyalah pengantar yang bisa membujukmu untuk menghidupi hidup meskipun jerat “zaman tontonan” erat merangkulmu di dunia maya. Maka silahkanlah tonton saja para ateis dan agamawan yang berkiprah debat keceng-kecengan via online terasa bingar menyalakan ujaran-ujaran picik serta ke-baper-an diri mereka masing-masing. Karena zaman ini zaman tontonan, jangan lupa asup isi kado bermaksud spiritual ini. Jangan lekas tumbang, karena hampir semua hari adalah hari raya.

Salam, takbir.

Kritik Stirner tentang Liberalisme

Download Disini Cuk !!

Download di sini, Cuk !

Salah satu masalah sentral dalam teori politik kontemporer adalah pertanyaan apakah liberalisme netral atau tidak, tetap berkaitan dengan konsepsi normatif tentang kehidupan yang baik. Bagi para filsuf liberal seperti Rawls, prinsip ‘keadilan sebagai keadilan’ tidak mengacu pada asumsi moral menyeluruh atau konsepsi universal tentang kebaikan, tetapi hanya pada kerangka netral yang memungkinkan untuk bersaing konsepsi kehidupan yang baik. Liberalisme netral berusaha untuk mencapai konsensus tentang kondisi untuk ‘masyarakat yang tertata dengan baik’ sementara pada saat yang sama memungkinkan pluralitas identitas dan perspektif agama, filosofis, dan moral yang ditemukan dalam masyarakat kontemporer (lihat Rawls 1996: 35-40). Untuk Rawls, dengan kata lain, hak-hak netral diberikan prioritas di atas konsepsi yang sarat nilai. Di lain pihak, kaum komunitarian berkeberatan bahwa gagasan yang seharusnya netral tentang hak-hak individu ini mengandaikan jenis subjektivitas dan serangkaian kondisi tertentu yang memungkinkan. Dengan kata lain, hak tidak dapat dilihat sebagai abstrak dan netral – hak tidak dapat dilihat di luar bentuk subyektifitas tertentu dan asosiasi politik yang memunculkannya. Sebagai contoh, individu otonom, yang memiliki hak yang menjadi dasar liberalisme hanya dimungkinkan dalam suatu tipe masyarakat tertentu dan tidak dapat dianggap terpisah dari ini (lihat Taylor, 1985: 309). Maka, menurut beberapa komunitarian, kita harus menolak valorisasi liberal atas hak-hak individu dan kembali ke gagasan tentang kebaikan bersama dan nilai-nilai normatif universal.

Namun, bagaimana jika orang menyarankan bahwa oposisi antara liberalisme dan komunitarianisme itu sendiri bermasalah dan perlu didekonstruksi? Misalnya, jelas bahwa gagasan liberal tentang hak-hak abstrak tidak dapat dipertahankan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan bentuk-bentuk subjektivitas yang memungkinkannya. Liberalisme mengandaikan bentuk-bentuk subjektivitas tertentu – misalnya individu yang otonom dan rasional – tanpa mengakui kondisi yang seringkali menindas yang menjadi dasar subjektivitas ini. Namun, ini tidak berarti bahwa kita harus berpihak pada komunitarian dan mengabaikan gagasan tentang hak individu dan institusi liberal secara bersamaan. Fakta bahwa hak adalah produk dari wacana, praktik disiplin atau mekanisme ideologis tidak berarti bahwa kita harus sepenuhnya mengabaikan valensi politik mereka. Ini hanya berarti bahwa status mereka selalu bermasalah, bergantung dan tidak dapat diputuskan. Saya akan berpendapat di sini bahwa melalui pertimbangan kritik pemikir Max Stirner dari abad ke 19 tentang liberalisme, kita dapat mendekati pertanyaan tentang batasan hak-hak individu dengan cara baru.

Stirner mengembangkan kritik radikal terhadap liberalisme berdasarkan interogasi terhadap landasan dan fondasi esensialisnya. Dia mengeksplorasi pertanyaan tentang bagaimana dan dalam kondisi apa subjek liberal terbentuk, dan masalah apa yang muncul pada teori liberal. Sementara liberalisme seolah-olah merupakan filosofi yang membebaskan manusia dari mistifikasi agama dan absolutisme politik, menurut Stirner, ini adalah penundukan individu pada teknologi disiplin dan normalisasi baru. Memang, Stirner melihat universalisme rasional abstrak dan netralitas politik liberalisme hanya sebagai bentuk baru keyakinan agama, kekristenan diciptakan kembali dalam hal cita-cita Pencerahan. Cita-cita ini, apalagi, menutupi serangkaian strategi yang dirancang untuk mengecualikan perbedaan individu. Bagi Stirner, gagasan tentang hak individu tidak ada artinya tanpa mempertimbangkan hubungan kekuasaan yang menjadi dasarnya.