Wawancara Bookchin: Ekologi Sosial dan Munisipalisme Libertarian sebagai Solusi Berlingkungan serta Perdebatan Tantangannya

Kakek dalam gambar ini adalah Murray Bookchin.

*)Diwawancarai oleh David Vanek. Akademisi Masaryk University di Brno (Ceko). Editor majalah Sedma Generace; sebuah publikasi dari Friends of The Earth di Ceko.

Murray Bookchin lahir pada tahun 1921. Ia pernah terlibat politik sayap kiri selama tujuh dekade dan  menulis hampir dua lusin buku dengan beragam variasi subyek; meliputi ekologi, filsafat alam, sejarah, perkotaan, dan Kiri (khususnya Marxisme dan anarkisme).

Melalui esai panjangnya; “The Problem of Chemicals in Food” yang terbit tahun 1952, ia memperingatkan untuk melawan kimiawi pertanian dan lingkungan. Dengan ini dan tulisan-tulisan lainnya, ia membantu meletakkan dasar-dasar radikal gerakan ekologi modern. Dia membantu mempopulerkan berkebun organik, beragam pertanian, dan alternatif lain dari pertanian kimiawi.

Survei komprehensifnya mengenai penyakit lingkungan yang bertajuk “Our Synthetic Environment”, diterbitkan pada tahun 1962, beberapa bulan sebelum karya “Silent Spring” dari Rachel Carson. Pun, manifestasinya tentang ekologi politik radikal dalam “Ecology and Revolutionary Thougt”—yang ditulis pada tahun 1964—adalah manifesto yang pertama dalam bahasa apapun.

Sebagai seorang penulis dan pembicara, ia mempengaruhi gerakan antinuklir dan pembentukan awal gerakan politik Hijau yang terlaksana di Amerika Serikat dan Jerman. Dialah salah seorang pendiri Institute for Social Ecology—tempatnya mengajar setiap musim panas. Ia juga profesor emeritus pada Ramapo College di New Jersey. Saat ini, dirinya sedang menyelesaikan volume ketiga dari trilogi “The Third Revolution” yang membahas tentang sejarah kebesaran  Eropa & Revolusi Amerika.

Berikut petikan wawancara David Vanek; ekolog asal Ceko, kepada Bookchin pada musim panas tahun 2000 di Burlington, Vermont, Amerika Serikat.

 

***

 

Dalam buku-bukumu, kamu menggambarkan pengalamanmu era 1960-an & 1970-an, sama seperti yang dilakukan banyak pecinta lingkungan. Kamu juga menggambarkan pengalaman Depresi Hebat (Krisis Malaise Amerika) tahun 1930-an. Kenapa?

Saya keluar dari Kiri tradisional pada saat Revolusi Rusia masih dianggap peristiwa paling penting oleh sejarah sekarang ini. Padahal kapan saya lahir? Yakni pada Januari 1921 di Bronx, New York.

Saat itu, Revolusi Rusia dan perang saudara masih berlangsung. Saya sekeluarga terdiri dari kaum revolusioner Rusia. Bahasa pertama yang saya tahu adalah bahasa Rusia dan saya berbahasa demikian sampai usia dua atau tiga tahun. Tapi kemudian, orang tua saya berhenti berbicara kepada saya dalam bahasa itu sehingga saya tidak mau mengembangkan aksennya. Saya belajar bahasa Inggris di jalanan. Anda harus tahu bahwa ada dua bahasa di New York pada waktu itu karena hampir setengah populasinya terlahir di Eropa.

Saya memasuki gerakan komunis Amerika saat saya masih kecil. Sebagai orang Ceko, kamu akan tahu tentang Young Pioneers. Ya, saya masuk Young Pioneers pada awal 1930-an. Pada tahun 1934 ketika saya berusia tiga belas tahun, saya masuk Young Communist League (Komsomol). Segera setelah itu, ketika saya berusia empat belas atau lima belas tahun, saya putus dengan komunis karena garis depan populer mereka. Sementara, aku seorang ekstremis Kiri dan menentang apa yang aku anggap sebagai kolaborasi kelas dengan borjuasi.

Sewaktu pecah Perang Saudara Spanyol pada tahun 1936, saya kembali ke komunis karena tampaknya merekalah  yang satu-satunya berperang melawan Franco. Saya ingin bertarung di Spanyol tetapi saya terlalu muda. Segera setelah bergabung kembali dengan komunis, saya meninggalkan mereka lagi secara permanen.

Setelah SMA, saya tidak kuliah. Saya bekerja di pabrik pengecoran logam dekat New York. Saya berharap bahwa Perang Dunia Kedua akan berakhir dengan revolusi—seperti perang dunia yang pertama—dan ingin menjadi seorang Trotskis. Saat perang berakhir tanpa revolusi, saya menjadi kecewa dengan Marxisme ortodoks dan menyadari bahwa saya harus memikirkan kembali semuanya. Lalu saya keluar dari  kemiliteran dan bekerja di industri mobil; yang dimana para pekerjanya, sebelumnya berjiwa militan malah menjadi semakin bermental kelas menengah.

Tahun 1950, saya masuk RCA Institute; tempat saya belajar teknik elektronik. Akhirnya, saya melihat  banyak mesin  bisa menggantikan sebagian besar kerja keras manusia. Sebagai seorang sosialis, saya ingin mengurangi jumlah tenaga kerja. Saya berpemahaman bahwa orang harus memberi kepada masyarakat. Entahlah di bawah kapitalisme atau sosialisme, mereka bisa bebas untuk menjadi manusia yang kreatif; yang penting, ikutilah minat mereka sendiri dan penuhi bakat mereka sendiri.

Saya memutuskan untuk melampaui Marxisme dan menjadi sosialis libertarian. Tahun 1952, saya sudah menulis tentang kimiawi makanan. Saya mengembangkan kritik tentang hierarki dan menghubungkan perjuangan melawan hierarki dan dominasi untuk integritas perjuangan dunia alami. Saya mencoba menunjukkan bahwa ekonomi modern adalah interaksi yang bukan hanya antara buruh upahan dan pemodal; tetapi juga antara pekerja manusia dan dunia alami. Konsepsi filosofis saya dulu dan sekarang dialektis; berdasarkan Hegel tetapi tanpa pendekatan teleologis Hegel.

Saya bukan seorang teleologis. Saya tidak percaya bahwa ada perkembangan yang tidak terhindarkan. Tetapi pada saat yang sama, saya percaya beberapa perkembangan; seperti sosialisme tidak dapat dicapai tanpa perkembangan material yang memadai. Saya menyebut pendekatan saya “naturalisme dialektis”.

Saya membingkai pemahaman ekologi saya untuk memikirkan masalah urbanisasi; khususnya dislokasi antara kota dan desa. Saya menulis tentang alternatif teknologi dengan alasan bahwa teknologi harus dalam skala semanusiawi mungkin. Kemudian di atas segalanya, saya membawa gagasan demokrasi tatap muka dengan nama “munisipalisme libertarian” atau komunalisme.

Dalam ide-ide yang saya kembangkan, saya mempertahankan aspek-aspek Marx. Tetapi ini bukan Marxisme melainkan ide-idenya Marx itu sendiri & menggabungkannya dengan ide-ide anarkis pada umumnya tentang konfederalisme.

Tolong kasih tahu saya, bahwa saya harus pergi melampaui semua kecenderungan radikal dari masa lalu, menggabungkan elemen-elemen terbaik untuk sesuatu yang baru; pandangan yang saya sebut “komunalisme”.

Awal era 1960-an, saya terlibat dengan budaya tanding yang baru lahir. Anarkisme tampaknya hampir mati  sebagai ideologi maupun gerakan. Pada saat yang sama, kondisinya begitu sangat cair. Menjadi seorang anarkis saat itu; kamu bisa menjadi seorang sindikalis, kamu bisa menjadi egois, & kamu bisa menjadi apapun yang kamu inginkan Hal itu seperti cairan dan sering tanpa bentuk—seperti air.

Jadi, saya yang pertama mengedepankan pandangan baru saya di bawah rubrik anarkisme, dan yang kemudian mereka sebut “eco-anarchism”. Saya pikir itu adil untuk mengatakan bahwa tulisan saya  yang aktif pada ekologi dan anarkisme adalah tulisan politik radikal pertama pada ekologi. Hal tersebut menjadi agak populer di kalangan Kiri Baru.

Orang-orang tidak mengingat asal-usul ekologi radikal. Mereka mengira Ralph Nader atau mungkin Barry Commoner yang memproduksinya dan mempengaruhi Kiri Baru. Ini cukup keliru. Kenyataannya, sejarah sebenarnya dari ekologi radikal belum ditulis.

Dalam tahun-tahun senja saya sekarang—berusia 80 tahun, saya sudah berusaha mengevaluasi apa yang telah saya lihat dan lakukan dalam hidup. Saya bertanya pada diri sendiri: apa yang terjadi di abad ke-20? Dan apa yang akan mempengaruhi abad ke-21? Saya mendatangi beberapa ide yang sangat pasti tentang itu.

Jika kita akan mengubah arah masyarakat dengan cara libertarian, kita perlu membangun yang sistematis dan proyek yang koheren. Koherensi sangat penting; tidak hanya dalam politik dan organisasi, tetapi juga dalam ekonomi, sejarah, dan filsafat.

 

Frasa ringkas yang umumnya dapat dikaitkan dengan pekerjaan anda adalah “kita tidak dapat menyelesaikan krisis lingkungan tanpa menyelesaikan masalah sosial”. Secara khusus, kepada siapa kata-kata ini ditujukan ketika anda menulisnya untuk pertama kali? Apakah untuk pergerakan lingkungan saat itu?

Tidak. Itu terjadi tahun 1952 dan tidak ada gerakan lingkungan pada saat itu. Waktu itu hanya ada beberapa buku tentang konservasi dan kelebihan penduduk yang sebagian besarnya malah sangat reaksioner. Tidak ada gerakan berkebun organik kecuali untuk eksperimen bagi beberapa orang yang datang kemari dari Eropa dan khususnya Inggris.

Saya sangat percaya bahwa membuat beberapa perubahan kecil tidak akan menyelesaikan masalah ekologis. Sebaliknya, transformasi menjadi rasional, egaliter, dan libertarianisme masyarakat diperlukan. Ketika saya berbicara tentang energi matahari dan angin, saya tidak hanya mengusulkan hal itu sebagai teknologi alternatif. Saya mengusulkan itu sebagai bagian dari peralatan teknologi masyarakat komunal baru.

 

Apa yang anda anggap sebagai prasyarat yang diperlukan untuk sebuah transformasi?

Kupikir, hal terpenting yang kita hadapi hari ini adalah untuk meningkatkan kesadaran. Amerika bisa menjadi contoh yang baik. Kecenderungan watak dan warisan budaya orang-orang Amerika adalah aktivis. Mereka tidak berpikir terlalu jauh di muka. Mereka bertindak dan kemudian mencari alasan mengapa mereka bertindak. Mereka tidak terlalu memikirkan masa lalu atau masa depan; mereka hanya berpikir soal di sini dan sekarang.

Merekalah “insinyur”. Mereka tidak menggeneralisasi & tidak mencari koneksi. Di Amerika, adalah tugas kami untuk mengeluarkan kesalahan-kesalahan ini. Orang-orang kami harus tahu apa yang terjadi dalam sejarah dan filosofinya apa—sehingga mereka bisa mendidik. Mereka harus memiliki sudut pandang. Mereka tidak bisa hanya melawan sesuatu; mereka harus menawarkan alternatif. Dan mereka harus belajar taktik; mereka harus punya metodologi.

 

Dalam metodologi ini, apa yang anda pikirkan tentang kontradiksi; yang sering dinyatakan antara aksi langsung dan metode politik lobi, reformasi legislatif, dan sejenisnya? Apakah Anda lebih suka melobi, misalnya, untuk kerja masyarakat?

Saya memiliki pengalaman panjang dan menyakitkan dengan melobi. Bertahun-tahun lalu, saya aktif dalam gerakan antinuklir yang tidak hanya mengokupasi tanaman dalam aksi langsung tetapi juga mengedarkan petisi dan kemudian membawanya ke anggota kongres lokal. Biasanya, hasilnya tidak terlalu baik.

Di Amerika Serikat hari ini, ada Partai Demokrat dan Partai Republik. Datangilah mereka, mereka akan menjanjikan apapun untukmu agar bisa terpilih. Mereka tidak akan memberimu banyak hal jika itu tidak membantu kelas yang berkuasa. Terkadang, mereka membuat konsesi kecil; mereka akan memberimu sepuluh hektar “hutan belantara” tapi kemudian mereka akan memotong sisa hutan. Itulah yang biasanya dicapai lobi.

 

Kamu menyebut pendekatanmu sebagai anarkisme. Apa yang kamu maksud tentang konsep tersebut?

Hari ini, saya lebih suka kata “komunalisme” yang saya maksud sebagai libertarian. Ideologi itu, seperti yang saya katakan, termasuk yang terbaik dari tradisi anarkis serta yang terbaik dalam Marx. Saya pikir bukan Marxisme atau anarkisme saja yang memadai untuk zaman kita. Banyak di antara keduanya tidak lagi berlaku untuk dunia hari ini.

Kita harus melampaui ekonomisme Marx dan melampaui individualisme yang terkadang laten—terkadang eksplisit dalam anarkisme. Ide-ide Marx, Proudhon, dan Bakunin terbentuk pada abad ke-19. Kita membutuhkan ideologi libertarian Kiri untuk waktu kita sendiri, bukan untuk hari-hari Revolusi Rusia dan Spanyol.

Masalah utamanya adalah mengubah struktur masyarakat sehingga orang-orang memperoleh daya. Arena terbaik untuk melakukan itu adalah munisipalisme; antara kota besar, kota kecil, & desa dimana kita memiliki kesempatan untuk membuat demokrasi tatap muka. Kita dapat mengubah pemerintahan lokal menjadi semacam majelis populer dimana orang-orang dapat mendiskusikan dan membuat keputusan tentang ekonomi dan masyarakat tempat mereka tinggal.

Ketika kita mendapatkan kekuatan di lingkungan itu—di tingkat satu kota kecil atau kota besar, kita bisa mengonfederasi semua majelis dan kemudian konfederasi kota-kota itu bisa menjadi pemerintahan populer. Tidak ada negara (yang merupakan instrumen aturan kelas dan eksploitasi) tetapi sebuah pemerintahan dimana orang-orang memiliki kekuatan. Inilah yang saya sebut “komunalisme” dalam arti praktis. Seharusnya tidak bingung dengan komunitarianisme yang mengacu pada proyek inisiasi kecil seperti koperasi makanan, garasi, dan percetakan. Proyek begini sering menjadi kapitalistik ketika mereka tidak hancur atau malah jatuh dalam persaingan dengan perusahaan lain.

Orang tidak akan pernah mencapai masyarakat demokratis tatap muka semacam ini secara spontan. Gerakan serius dan berkomitmen diperlukan untuk memperjuangkannya. Dan untuk membangun gerakan itu, kaum Kiri radikal perlu mengembangkan sebuah organisasi yang dikendalikan oleh basis sehingga kami tidak menghasilkan Partai Bolshevik lain. Itu harus dibentuk perlahan di basis lokal. Itu harus diorganisir secara konfedensial dan bersama-sama dengan majelis populer. Hal itu akan membangun oposisi terhadap kekuatan yang ada; seperti aturan negara dan kelas. Saya menyebut pendekatan ini “munisipalitas libertarian”.

 

Beberapa kritik mengatakan bahwa anda sering tertarik pada konsep yang levelnya lebih rendah tentang munisipalitas dan anda tidak banyak mengatakan tentang bagaimana menghubungkan berbagai munisipal berbeda ke struktur yang lebih tinggi semacam konfederasi.

Itu samasekali tidak benar. Tujuan untuk mengonfederasi majelis populer adalah dasar bagi munisipalitas libertarian. Tulisan saya untuk subyek selalu menyertakan panggilan untuk konfederasi. Dari konfederasi lokal harus menjadi konfederasi regional dan kemudian menjadi konfederasi nasional atau konfederasi kontinental. Tetapi kekuatannya harus selalu berada di majelis populer dan keputusan akhir harus selalu datang dari bawah; yaitu dari majelis rakyat. Saya harus menambahkan, jikalau ada siapapun yang tidak menghadiri sidang dan hanya mengatakan, “Saya bukan warga negara, saya tidak peduli”, maka jika mereka tidak mau hadir, biarkan mereka hidup dengan keputusan majelis.

Munisipalitas membentuk lokus arena kehidupan yang benar-benar politis tetapi tidak ada munisipal yang bisa “otonom”. Otonomi adalah mitos. Kamu tidak bisa mencapainya karena setiap orang bergantung pada orang lain dan masing-masing munisipal saling tergantung pada yang lain. Kita semua saling bergantung; sama seperti ego individual kita dibentuk pada tingkat yang luas oleh budaya; bukan terlahir tiba-tiba atau terbentuk sendiri entah seperti bagaimana caranya Max Stirner menyarankan. Saya juga menolak gagasan totalitarian kejam dari gagasan ketergantungan total pada negara. Saya ada untuk interdependensi di antara orang yang mengatur diri sendiri dalam majelis.

Demokrasi adalah sesuatu yang sering bermasalah dengan anarkisme. Ini adalah suatu area dimana saya berbeda dengan anarkis otentik yang menekankan ego individu dan pemenuhan keinginannya sebagai pertimbangan utama. Banyak anarkis menolak demokrasi sebagai “tirani” mayoritas atas minoritas. Mereka berpikir bahwa ketika suatu masyarakat membuat keputusan dengan suara terbanyak, itu melanggar “otonomi” dari ego individu yang memberikan suara dalam minoritas. Sepertinya mereka berpikir begitu bahwa entah bagaimana caranya mereka menentang keputusan karena mereka merasa “otonom”—tidak harus mengikutinya.

Pikir saya, ide semacam itu naif dan menjadi resep bagi kekacauan terburuk. Keputusan, sekali dibuat, harus mengikat. Tentu saja, minoritas harus selalu memiliki hak untuk menolak keputusan mayoritas dan dengan bebas menyuarakan pandangan mereka sendiri. Mayoritas tidak memiliki hak untuk mencoba mencegah minoritas dari menyuarakan pandangannya dan berusaha memenangkan dukungan mayoritas untuk mereka.

Pertanyaannya adalah, apa cara paling adil untuk membuat keputusan komunitas yang luas? Saya pikir suara terbanyak bukan hanya yang paling adil tetapi juga satu-satunya cara yang layak bagi masyarakat demokratis tatap muka untuk berfungsi dan keputusan yang dibuat dengan suara terbanyak harus mengikat semua anggota masyarakat; apakah mereka memilih mendukung suatu tindakan atau menentangnya.

Tidak seperti kebanyakan anarkis, saya tidak berpikir bahwa individu di munisipal tertentu harus dapat melakukan apapun yang ingin dilakukannya setiap saat. Kurangnya struktur dan institusi menyebabkan kekacauan dan bahkan sewenang-wenangnya kezaliman. Saya percaya pada hukum dan masyarakat masa depan yang saya impikan juga memiliki konstitusi. Tentu saja, konstitusi harus menjadi produk pertimbangan hati-hati oleh orang-orang yang diberdayakan. Itu akan dibahas dan dipilih secara demokratis. Tetapi begitu orang-orang memilikinya dan meratifikasinya, itu akan mengikat semua orang. Bukan kebetulan secara historis, bahwa orang-orang yang tertindas—yang menjadi korban perilaku sewenang-wenang orang kelas penguasa—menuntut konstitusi dan hukum yang adil sebagai obat. Seperti orang-orang yang dipanggil “Baron” oleh Hesiod pada masa abad ke-7 SM di Yunani.

 

Bahaya-bahaya macam apa yang anda temukan dalam gagasan otonomi atau swasembada?

Bahaya utamanya adalah parokialisme. Beberapa orang mungkin memutuskan itu karenamereka ingin mengecualikan orang dari ras, etnis, seksual,  preferensi tertentu atau sejenisnya. Amerika Selatan, misalnya, sudah lama menginginkannya; membiarkan orang kulit hitam hidup di tengah-tengahnya sebagai budak atau pelayan kasar.

Saat ini, orang-orang di banyak negara Eropa ingin mengecualikan imigran yang tiba dari luar Eropa. Gerakan kami harus melawan parokialisme dengan kosmopolitanisme sebagai suatu pandangan yang menegaskan dan bahkan merayakan saling ketergantungan semua orang.

Saya pikir bahwa konfederasi yang bisa diterapkan pada akhirnya harus sangat luas dan mencerminkan saling ketergantungan munisipal. Beberapa kaum anarkis abad ke-19 yang menulis tentang konfederasi membiarkan terbukanya sebuah celah besar. Proudhon dan Bakunin—dalam tulisan mereka—mengizinkan kemungkinan bahwa satu komunitas dapat memilih keluar dari konfederasi jika memang diinginkan. Masyarakat bisa mengatakan kepada sisa konfederasinya,”Saya tidak suka apa yang anda lakukan, saya akan pergi”. Tapi saya tidak setuju bahwa ini harus langsung diizinkan. Setiap munisipal memiliki tanggungjawab yang mendalam dan mendasar kepada setiap munisipal lainnya pada sebuah konfederasi.

Saat suatu komunitas bergabung dengan konfederasi, ia terikat oleh sebuah kompakan (sebuah konstitusi). Maka seharusnya tidaklah bisa pergi secara sepihak hanya karena tidak ingin melakukan sesuatu yang mayoritas. Apabila konfederasi telah setuju untuk melakukannya, seharusnya komunitas tidak bisa mengatakan, misalnya, “Kami ingin mengecualikan orang kulit hitam, tetapi anda di konfederasi akan menaruh mereka kepada kami. Jadi, kami akan menentang anda dan meninggalkan konfederasi”.

Partisipasi itu mengikat karena kita saling ketergantungan dan tidak dapat dipecahkan. Satu-satunya cara komunitas dapat meninggalkan sebuah konfederasi, menurut pendapat saya, akan terjadi ketika mayoritas di konfederasi bertindak sebagai suatu majelis besar dan mengatakan, “Semua ada benarnya. Oke, pergilah jika kamu mau, tetapi,jangan berharap kami dapat membantumu saat kamu butuh bantuan”.

 

Jadi, tak ada kisah desentralisasi sepenuhnya?

Saya jelas tidak setuju dengan fetisitas desentralisasi yang menggagas bahwa desentralisasi sendiri memiliki semacam kualitas mistis. Hal besar belum tentu buruk dan hal kecil tidak tentu bagus.

Kecil tidak selalu cantik. Unit kecil terkadang bisa bersifat destruktif dan reaksioner. Dunia feodal Eropa dulu, sebagian besar terdesentralisasi tapi itu diracuni oleh banyak tirani.

Ukurannya adalah murni pengukuran fisik. Desentralisasi harus melibatkan ekonomi, teknologi, struktur politik, konfederalisme, dan sebagainya. Itu harus ditempatkan dalam konstruksi komunalistik. Keuntungan dari desentralisasi adalah memasukkan arena sipil dan komponennya kepada manusia dan skala yang familiar.

 

Dalam buku-bukumu, kamu mengembangkan silsilah hierarki sejarah. Seperti banyak antropolog, apakah kamu pada awalnya menempatkan masyarakat egaliter sama seperti halnya sautu masyarakat bebas kelas ala Marx?  Apakah ini semacam “Zaman Keemasan Bookchinian”?

Benar-benar tidak! Saya tidak ingin kembali ke masa lalu. Saya bukan seorang primitif. Itu menjadi sumber keprihatinan besar bagi saya bahwa banyak kaum anarkis di Amerika Serikat adalah kaum primitif. Mereka percaya bahwa teknologi adalah penyebab utama masalah kita. Seseorang memiliki kesan, kadang-kadang, mereka ingin kembali ke alat batu dan ekonomi mencari makan.

Saya pikir penyebab utama masalah kita terletak pada hubungan sosial dalam kapitalisme, negara-bangsa dan dalam komodifikasi semua hal-ha,l dan hubungan. Jika kita mengatur kehidupan sosial bersama lewat jalur humanistik, teknologi bisa menjadi salah satu solusi yang utama untuk masalah kita. Kaum primitif percaya bahwa kita memiliki terlalu banyak peradaban. Saya yakin kita tidak cukup beradab. Beberapa primitivis bahkan menentang “masyarakat”. Tetapi saya berpikir bahwa tanpa masyarakat, kamu bukanlah manusia.

Mereka percaya pada otonomi pribadi, saya percaya pada kebebasan sosial. Mereka tampaknya percaya bahwa ada “manusia natural”, “ego yang tidak rusak”, dan peradaban telah diracuni. Saya percaya persaingan itu dan hubungan kelas dan hierarki lainnya telah merusak masyarakat. Dan kita, sebaliknya, membutuhkan peradaban koperasi.

 

Jadi, kamu mengadopsi perspektif Marx—atau lebih tepatnya Hegel, bahwa sejarah pada dasarnya adalah sesuatu yang sangat diperlukan dan positif sebagai sebuah proses kesempurnaan dan pembelajaran budaya, bukan proses kemunduran dan korupsi?

Sekali lagi, ya dan tidak. Mari kita kesampingkan kata “kesempurnaan” sejak hanya para dewa yang sempurna. Sebenarnya, hal-hal yang sangat mengerikan telah terjadi di masa lalu dan sedang terjadi hari ini. Memang perlu untuk melepaskan diri dari animalitas yang kasar (kurang beradab) dan ini masih belum sepenuhnya tercapai. Seperti yang saya tulis pada “Reenchanting Humanity”, animalitas pada dasarnya adalah ranah adaptasi dengan apa yang ada dan kehidupan binatang ditandai oleh banyak penderitaan bahkan tanpa upaya manusia.

Orang bisa dan harus melampaui kebinatangan dan menuju ke dunia budaya. Manusia bisa berinovasi. Mereka dapat menciptakan dan mengembangkan. Teori kerja Marx sangat berguna pada tataran ini karena teori tersebut memahami tenaga kerja bukan hanya sebagai sumber nilai melainkan di atas semua proses pembentukan diri dan sosial. Melalui kerja, kata Marx, manusia melampaui batas kebinatangan belaka. Orang mengambil kondisi dunia dan berpotensi—setidaknya—membentuk mereka lebih dan lebih dari memenuhi kebutuhan manusia.

Akan tetapi, mendefinisikan kebutuhan manusia selalu sangat problematis. Mereka jelas dikondisikan secara historis. Dalam masyarakat sebelumnya di sebagian besar dunia dimana sumber daya langka, orang-orang memang sangat miskin dan kebutuhan dasar mereka dapat dipenuhi hanya dengan kerja keras.

Zaman lampau, bahkan misalnya, piranti sumber penghangat untuk iklim bumi utara sudah akan terbayangkan atau malah kemudian dianggap sebagai kemewahan luar biasa. Orang-orang sering memiliki perapian di hanya satu ruangan di rumah mereka. Tapi hari ini, sumber penghangat dianggap sebagai kebutuhan dasar. Masih dalam komoditas masyarakat kita, hal-hal lain yang dianggap “kebutuhan” sebenarnya hal-hal sepele yang konyol.

Saya khawatir dengan potensi kelangkaan masyarakat yang produksinya cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dasar kehidupannya. Dan jika masyarakat itu rasional, mereka bisa mendistribusikan kembali sumber daya kami yang berlimpah begitu sehingga dapat hidup dengan nyaman tanpa terlalu banyak bekerja dan sangat sedikit bekerja keras. Kita dapat memiliki surga sejati dan meminimalkan penderitaan di dunia sosial dan bahkan dunia natural.

Saya tidak tahu apa “masyarakat ideal” itu. Tapi ada pertanyaan sosial yang akhirnya harus diselesaikan; yakni tentang dominasi manusia dan eksploitasi kerja manusia.

Untuk mencapai masyarakat yang bebas dari dominasi dan eksploitasi, kita membutuhkan tingkat perkembangan ekonomi tertentu. Saya setuju dengan Marx pada hal ini. Masyarakat yang bebas dan rasional akan memiliki ekonomi dan prasyarat teknologi.

Saya tidak berpikir bahwa orang dapat mempunyai masyarakat yang baik di lembah Gurun Sahara dengan tidak lebih dari beberapa unta. Di sisi lain, saya tidak berpikir kehidupan yang baik menuntut kita memiliki perkebunan yang megah, sepuluh kolam renang, dan lima puluh set televisi. Beberapa libertarian mungkin keberatan, “Ya, jika seseorang menginginkan sepuluh kolam renang, mereka harus diizinkan memilikinya. Anda seharusnya tidak mencoba untuk menghentikan mereka. Mereka otonom.”

Saya akan menjawab kebutuhan yang dapat diterima itu harus ditentukan oleh masyarakat secara keseluruhan; yakni munisipalitas. Sebuah bengkel perakitan di sana dapat mengatakan, “Dua pasang sepatu sudah cukup. Anda tidak perlu sepuluh.” Mereka dapat mengatakan bahwa batas tertentu sudah cukup—yang tidak kita butuhkan adalah langit.

Apakah ada kemajuan dalam masyarakat manusia? Tentunya iya dan tidak. Tetapi tanpa bangkitnya peradaban dan sejarahnya, bahkan dengan segala kengeriannya, manusia hidup akan menjadi sedikit lebih dari sekedar binatang. Maafkan aku, tapi saya tidak ingin hidup di dunia yang stagnan dan hampa.

 

Apa pendapat anda mengenai gagasan kesederhanaan sukarela?

Kita seharusnya tidak memuat diri kita sendiri dengan begitu banyak barang dan menghabiskan hidup kita untuk memikirkan bagaimana kita harus memiliki lebih banyak segalanya. Kesederhanaan sukarela sering membuat agama keluar dari kehidupan virtual kemiskinan.

Semakin sedikit yang dibutuhkan, tampaknya dikatakan, semakin baik. Itu pernyataan sederhana. Semakin kita membudidayakan kebutuhan secara rasional; maka kita semakin baik dan memang kita semakin manusiawi. Kita bisa punya waktu lama untuk diskusi tentang apa maksudnya yang “dibudidayakan” dan “rasional”. Intinya adalah kita perlu berkembang.

Saya tidak ingin hidup seperti biarawan tetapi suka berpengetahuan dan berbudaya. Dan hari ini, hal itu membutuhkan pemenuhan banyak kebutuhan; seperti buku, rekaman musik, makanan yang layak, pakaian yang sesuai, dan sejenisnya. Saya tahu apa artinya hidup dalam kemiskinan dan hidup tanpa rumah yang aman. New York pada 1930-an bukanlah sebuah “bola” dan saya bingung oleh orang-orang yang memilih untuk hidup dengan teknologi tujuh puluh tahun lalu atasnama “kesederhanaan sukarela”.

 

Anda juga sangat kritis terhadap konsep biosentrisme. Saya menganggap alam sebagai evolusi alami; evolusi di atas segala organik kehidupan dan potensi yang mungkin diaktualisasikan. Saya melihat potensi subjektivitas aktualisasi dan berpikir di alam dunia bahwa manusia berpotensi menjadi alam yang disadari oleh diri sendiri. Jadi saya tidak pernah bisa menjadi biosentris. Sebenarnya saya pikir manusia masih sebagai produk paling luar biasa dari evolusi alami. Sepertinya Aristoteles berpengaruh di balik ide-ide Anda.

Ya, seperti kebanyakan filsuf sejarah ide-ide. Saya sudah menaruh penghormatan besar kepada Aristoteles; terutama karena pandangannya meresap dengan gagasan pertumbuhan dan terbukanya potensi dan pengembangan. Tetapi karena keterbatasan waktu, keseluruhan konsep Aristoteles tentang alam adalah statis: ia tidak memiliki konsep tentang evolusi alam. Dia menganggap sistem kehidupan hierarkisnya sebagai suatu pemberian.

Hegel, pada abad kesembilan belas—merupakan seorang pemikir besar lain yang sedang berkembang—tahu tentang teori evolusi alami walaupun dia meninggal beberapa dekade sebelum “The Origin of Species” diterbitkan. Tapi dia menolaknya lewat volume kedua dari  “Encyclopedia of Philosophical Sciences”.  Hari ini, kita punya manfaat mengetahui tentang evolusi organik dan dapat memungkinkannya untuk menginformasikan pemikiran kita.

Tolong, izinkan saya menekankan satu hutang yang harus selalu saya akui. Marx mengajari saya untuk mencari koneksi antara fenomena, untuk mensintesis, dan untuk menempatkan masalah kemanusiaan dan alam dan interaksinya ke dalam konteks filsafat dan sejarah. Konsep saya tentang dunia alami dengan demikian evolusioner dan dinamis.

Pada tahun 1950-an, saya membawa pemahaman saya untuk membersamai pemahaman Aristoteles, Hegel, dan filsuf lainnya tentang masalah tempat umat manusia di dunia alami. Bagi saya, manusia berpotensi untuk pemenuhan evolusi alami Inilah cara saya mendefinisikan kata  “nature”. Pemikiran saya tentang masalah ini memuncak pada karya “The Ecology of Freedom” dan buku-buku saya tentang filsafat dan sejarah. Bagi saya, itu selalu menjadi pertanyaan tentang sintesis dan di atas segala gagasan tentang kemanusiaan.

Apa yang memberi makna alami? Saya tidak ingin hanya bersama mammoth atau dinosaurus di planet ini. Potensi yang dimiliki manusia munculnya selalu laten dalam evolusi alami. Kerusakan selalu berkisar “20:20”. Tetapi intinya adalah: manusia ada di sini dan kita harus jelaskan apa yang ada dalam evolusi alami yang menyebabkan mereka berevolusi.

 

Tidakkah kau takut jatuh ke dalam antroposentrisme? Bahkan jika kamu tidak mengatakan bahwa bumi dibuat untuk manusia, kamu mempertahankannya sebagai manusia; sebagai makhluk paling berharga di bumi. Saya bisa membayangkan banyak orang memanggil ini “antroposentrisme”.

Tentu saja. Masyarakat tempat kita hidup dibuat oleh kaum borjuis dan penggunaan industri modern. Kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa kita hidup di dunia kapitalis. Bertentangan dengan apa yang diyakini Marxisme, kapitalisme tidak berantakan dan itu sangat stabil. Berhubung, putaran depresi biasa terjadi setiap sepuluh tahun atau lebih.

Tetapi sekarang belum ada depresi dalam beberapa dekade. Lenin meramalkan bahwa kapitalisme memasuki masa perang dan revolusi sosialis. Mungkin sudah dilakukan antara 1914, 1945, atau 1950, tetapi tidak dilakukannya lagi hari ini. Paling tidak, tidak dalam skala yang sebanding dengan perang dunia abad kedua puluh.

Apa yang dilakukan kapitalisme adalah menciptakan lingkungan sintetis; salah satunya “rimba raya” lebih menjadi metafora daripada kenyataannya. Hal ini benar-benar terjadi, terutama di Amerika Serikat yang memiliki sejarah panjang berurusan dengan hutan belantara. Di sini, kerimbaan adalah format konsep berbudaya.

Hari ini, para ekolog Amerika menyanyikan pujian tentang hutan belantara—yang mereka maksud sebagai tempat-tempat seperti Taman Nasional Glacier dan Taman Nasional Olympic. Namun, para Indian telah tinggal dan mengubah tempat-tempat itu jauh sebelum orang Eropa datang sejak ribuan tahun lalu. Bahkan, manusia adalah makhluk yang mulai mengubah planet sejak era waktu homo erectus dan mungkin bahkan lebih awal. Mereka mulai membakar hutan secara sistematis setelah mereka belajar membuat dan menggunakan api.

Sekarang, khususnya, konyol untuk percaya pada mitos tentang hutan belantara. Tidak ada daerah hutan belantara lagi. Ya, binatang buas sekarang melayang ke kota-kota; rusa datang ke Burlington dan serigala pergi ke Nome (Alaska). Hewan liar mencari makanan di tong sampah urban. Ada beruang kutub di Teluk Hudson, Churcill, jumlahnya sekitar 700 ekor. Mereka semua berkumpul di sana, memecahkan tong sampah terbuka, dan mencoba membuka pintu rumah.

Daerah belantara hilang dan menjadi cadangan. Seluruh planet telah berubah dan sekarang gunung es kutub dan gletser sedang mencair. Dunia sintetis yang sedang diciptakan bertentangan dengan harapan ekologi dalam tentang kembali ke sifat purba.

Akankah sains dan teknologi dapat menjaga kita dengan kehancuran ini; mencegah kerusakan terburuk dan membuat dunia sintetis ini berkelanjutan? Masalahnya tergantung pada keseimbangan.

Saya tidak tahu apa-apa lagi. Hal-hal yang tampaknya tak terbayangkan 40 tahun lalu, kini telah ada. Para ilmuwan telah memetakan genom manusia. Mereka telah menemukan rahasia hidup—gen, genetika, dan bioteknologi. Mereka telah menemukan rahasia materi—energi nuklir dan nukleonik. Mungkin generasi anda atau anak-anak anda akan menyaksikan inovasi yang akan terjadi untuk mencegah dunia sintetis menjadi tidak dapat dihuni.

Seluruh pertanyaan ekologis siap untuk diperjuangkan hari ini dan orang harus fokus pada hal utama: mencoba membuat yang bebas, rasional, dan ekologi yang berorientasi masyarakat. Kita harus membangkitkan kesadaran agar alasan dan pandangan ekologis akan menang. Ini secara mendalam begitu sosial dan saya harus menambahkan permasalahan politik. Dan kita harus membuat gerakan yang bersifat edukatif dan politis, yang memiliki filosofi nyata, konsep sejarah yang nyata, ekonomi nyata, politik nyata, dan kepekaan ekologis yang nyata.

Gerakan ini harus berbicara dengan orang, dengan asumsi—dan ini adalah masalah besar—pikiran mereka yang tidak dihancurkan oleh kapitalisme. Orang harus belajar dari sejarah dan memahami apa yang mereka miliki dapat berlaku dari masa lalu hingga sekarang dan masa depan. Kita harus punya sudut pandang kreatif. Kita tidak bisa hanya melawan sesuatu. Kita harus melakukannya; menawarkan alternatif, rasional, dan ekologis, serta menawarkan cara untuk mengubah masyarakat ini. Pada dasarnya jika kita ingin menyelesaikan krisis ekologi hari ini, kita harus membangun budaya politik baru.

Sayangnya, komodifikasi tidak hanya mengubah segalanya menjadi obyek pertukaran; itu juga mengubah cara orang berpikir. Ada pertanyaan terkenal di Amerika hari ini, “Apa intinya?”. Itulah bahasa akuntansi bisnis yang membuatku takut bahwa orang berpikir seperti itu.

 

Orang-orang suka berinvestasi kepada anak-anak mereka?

Ya, khususnya mengedukasi mereka untuk pergi mencari uang.

 

Kamu menulis bahwa gerakan era 1960-an menentang komodifikasi. Dan sementara, gerakan 1960-an begitu radikal dan gerakan 1970-an begitu reaksioner. Benarkah?

Relatif demikian dibandingkan dengan saat ini. Dalam hal potensi mereka untuk membuat perubahan sosial, gerakan 1960-an lebih menarik daripada 1970-an. Pada 1960-an, ekologi tampaknya berkembang menuju sebuah pandangan revolusioner—menuju ekologi sosial. Budaya yang ditandinginya—itu tampaknya—adalah hierarki dan elitisme yang begitu menantang. Feminisme mengekspresikan oposisi terhadap hierarki. Keinginan utopis disukai secara manusiawi dan oleh komunitas ekologis.

Namun pada 1970-an, segalanya berubah. Budaya tanding melayang ke New Age. Banyak feminisme berubah menjadi gerakan lobi untuk memperoleh posisi tinggi perempuan  dalam korporasi dan militer. Perubahan menjadi hampir tidak progresif.

Tahun 1960-an, pada dasarnya ditelan oleh kapitalisme. Apakah yang revolusioner hari ini tentang mengenakan jenggot dan mengenakan rambut panjang? Tidak.

Banyak radikalis tahun 1960-an telah menjadi profesor dan mengajar posmodernisme. Dan ekologi sosial yang didirikan pada 1960-an dan sungguh radikal malah sebagian besar digantikan oleh ekologi dalam yang biosentrismenya naif dan menurut saya paling regresif.

 

Di tanah airku, ekologi dalam sering disebut “gerakan sangat radikal”. Saya tahu bahwa “radikal” tidak selalu sebaliknya (reaksioner). Anda bisa menjadi reaksioner secara radikal. Maksud saya, bahwa ekologi dalam tidak selalu diambil sebagai gerakan untuk melestarikan politik status quo.

Ini bukan pertama kalinya pendapat populer begitu salah. Kapitalisme memiliki kemampuan luar biasa untuk mengambil ide yang tampaknya menentangnya dan menggunakannya untuk mengalihkan perhatian dari masalah nyata kapitalisme itu sendiri. Contohnya, orang yang percaya pada ekologi dalam tidak fokus pada kapitalisme sebagai sumber penyakit ekologi atau hierarki dalam hal ini. Mereka menyalahkan teknologi dan agama tertentu. Mereka menyerukan perkembangan spiritualitas yang lebih besar, selaras dengan kosmos, dan menjadi bagian dari jaringan kehidupan. Mereka tidak membangun gerakan sosial dan mereka menawarkan sebuah agama. Sampah spiritual ini yang dihiasi dengan bahasa ekologis, akhirnya mendukung status quo. Kapitalisme siap merangkul agama siapa saja asalkan tidak harus menyerahkan keuntungannya.

Sebuah contoh bagus yang mendukung kekhawatiran saya adalah ekologi dalam mendistorsi ekologi radikal menjadi apologi untuk statisme. Baru-baru ini dalam suatu wawancara, Arne Naess—pendiri ekologi dalam yang telah memanggil dirinya sendiri sebagai anarkis Gandhinian—mengeluarkan pernyataan untuk mendukung negara terpusat yang kuat. Dia ingin negara terpusat yang kuat karena dia percaya jika kamu meninggalkan solusi masalah ekologi untuk wilayah-wilayah kecil justru wilayah tersebut akan melakukan kerusakan ekologi yang hebat. Dalam pemahaman masyarakat kapitalis, pastinya, negara terpusat yang kuat akan melakukannya ke seluruh masyarakat.

Dalam wawancara yang sama, dia menyerang saya tentang “lokalisme”. seolah-olah saya belum pernah menulis tentang saling ketergantungan dan konfederasi. Tapi Naess populer karena dia memberikan ekologi spiritual kepada orang dan itu sangat pribadi. Itu mudah dimengerti, terutama, ketika sejumlah besar orang pergi ke psikoanalis dan menyaksikan film dimana yang mereka dengar hanyalah masalah cinta dan masalah pribadi.

 

Apa anda menemukan yang tidak dapat diterima dari diagnosis ekologi dalam mengenai akar dari krisis lingkungan?

Awal dari semua ini adalah membahas sikap orang, bukan masalah sosial. Kebanyakan ahli ekologi dalam sepertinya berpikir demikian; dengan mengubah sikap manusia sendiri, kita dapat menghasilkan dunia yang ekologis, indah, harmonis; dimana semua bentuk kehidupan dan manusia di antara mereka dapat hidup harmoni.

Sekarang, saya memandang hal itu sebagai kenaifan tinggi. Untuk memulainya, lingkungan sosial kita sangat penting dalam membentuk penerimaan ide-ide baru. Berabad-abad yang lalu—entah benar atau salah—Roger Bacon; seorang rohaniawan, mengantisipasi banyak ide yang dimiliki sains modern  dan rekayasa pengubah kenyataan. Tapi dia hidup di abad ke-13 dan dunia di sekitarnya begitu dikondisikan secara sosial oleh gereja dan hierarki yang tidak bisa menerima ide-ide naturalistiknya. Siapa tahu, ternyata banyak Roger Bacons lainnya telah ada sebelum dia sebagai orang-orang yang mati dalam ketidakjelasan.

Hari ini, kita dihadapkan dengan lingkungan sosial yang pada dasarnya anti-ekologis. Lingkungan sosial saat ini lebih menyukai atomisasi dan menghasilkan uang. Orang-orang menjaga diri mereka sendiri setelah keluarga mereka, setelah pekerjaan mereka, setelah pendapatan mereka, dan itu cukup banyak menjadi perhatian mereka. Ini bukan seperti pada 1930-an, ketika semua orang yang saya kenal tampak perihatin dengan semua hal yang mengubah dunia. Dulu selalu ada pertemuan kelompok; di sudut jalan ada pertemuan, ada aktivitas, vitalitas, dan perhatian publik tingkat tinggi. Kami memiliki budaya politik yang radikal. Kami memerangi—khususnya terhadap—bahaya fasisme. Sekarang, malah memerangi tentang sesuatu yang dianggap “mengganggu”; misalnya ketika orang-orang berbicara dengan amarah malah mereka diberitahu, “Anda menggoyang bahtera. Kita mustinya saling berpelukan”. Ini adalah budaya berpelukan yang menumbuhkan kepasifan.

Ekologi dalam memainkan suasana hati ini. Ekologi dalam menekankan kekerabatan kita dengan burung dan laba-laba. Ekologi dalam menekankan tempat hidup kita  sebagai keharusan lingkaran kehidupan mistik; bukan pada perbedaan kekayaan dan gaya hidup. Pada sesuatu yang disebut “Dewan Semua Makhluk”, orang-orang duduk di sebuah lingkaran dan satu orang berkata, “Saya mewakili kelinci”, orang lainnya mengatakan, “Saya mewakili pohon.”

Ekologis dalam menyukai ritual tersebut. Sebenarnya, orang hanya mewakili diri mereka sendiri. Tipuan seperti itu sudah berakhir meliputi seluruh tempat di Amerika. Dan kita semua harus hidup harmonis dengan masing-masing lain! Ceritakanlah ini pada orang kulit berwarna dan wanita yang tertindas!

 

Tetapi Joanna Macy;  seorang penggagas ritual itu, tampaknya tidak menjadi seorang yang pasif. Banyak ahli ekologi dalam lainnya juga sangat aktif.

Saya tidak tahu tentang aktivitas dia baru-baru ini dan tentunya beberapa ekologis penganut ekologi dalam berpartisipasi dalam protes seputar masalah lingkungan. Tapi kebanyakan ahli ekologi dalam menekankan—seperti yang dilakukan Macy—perubahan spiritual atas politik dan perubahan sosial, dan penanaman kesadaran menghormati atau kepekaan terhadap dunia alami daripada berorganisasi dan membangun gerakan.

Mereka berbicara tentang batin, Buddhisme, dan arketipe daripada kekuatan sosial nyata yang menghasilkan krisis ekologis. Mereka memanggil manusia untuk mengikuti insting mereka dan perasaan, bukan untuk menyusun kembali dunia sesuai alasan rasional. Ini justru menuju sensibilitas pribadi daripada tindakan publik dan sering menghasilkan sedikit-lebih dari perubahan gaya hidup. Itu mudah mengarahkan ke akomodasi. Apa aspek lain dari ekologi dalam? Biosentrismenya hanya reaksioner.

 

Aku mendengar bahwa Pangeran Charles menyebut dirinya sebagai penganut ekologi dalam. Kapan kamu pertama kali menyadari karakter reaksionernya ekologi dalam?

Ketika saya mendengar tentang biosentrisme pada awalnya. Dalam pertengahan 1980-an, saya bertemu dengan seorang ahli ekologi dalam, Bill Devall, di sebuah konferensi di Wisconsin—-tempat kami berdiskusi dan dia membicarakannya. Saya mencoba untuk cukup ramah tetapi saya harus mengkritik ide ini.

Di musim panas 1986; di pertemuan nasional pertama American Greens di Amherst, Massachusetts, saya meluncurkan kritik publik terhadap ekologi dalam. Saya adalah pembicara utama dan saya mendistribusikan sebuah artikel berjudul “Social Ecology versus Deep Ecology”. Saya tidak menyadari bahwa  pada saat itu, saya sedang berurusan dengan orang-orang yang tidak ingin memperdebatkan ide, dan karena saya sangat tajam; saya memusuhi banyak dari mereka. Mereka kurang memperhatikan apa yang telah saya katakan dibandingkan nada saya. “Itu masalah besar!,” begitu nadaku.

Saya dulu mengkritik David Foreman karena pernyataannya bahwa kita harus membiarkan anak-anak Ethiopia kelaparan dan “biarkan alam mengambil jalannya”. Tetapi reaksionernya pandangan mereka lebig sedikit mengganggu mereka daripada cara saya mengkritiknya. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi di antara para ahli ekologi dalam hari ini. Saya tidak membaca penerbitan mereka lagi. Saya terlalu tua untuk menghabiskan waktu saya dengan membaca materi. Saya sudah menulis apa yang saya katakan tentang mereka.

 

Saya telah bertemu banyak orang dalam gerakan lingkungan yang memiliki pandangan agak samar-samar tentang masyarakat modern atau modernitas dalam arti lebih luas; meliputi teknologi, seperangkat gagasan tertentu, gaya hidup, dan sebagainya. Mereka mengakui bahwa modernitas telah membawa banyak hal positif—atau setidaknya mereka tidak ingin hanya kembali ke masyarakat pra-modern—tetapi mereka tidak ingin membicarakan hal-hal positif ini secara publik.

Alasan mereka adalah kita sudah terlalu modern sekarang; sehingga untuk menempatkan pendulum dalam keseimbangan hanya membutuhkan berbicara tentang oposisi yang ekstrem karena kita menghadapi efek negatif dari teknologi, marilah kita meminimalkan membicarakannya positif. Apa pendapat anda tentang rasa malu seperti ini? Apakah ini strategi yang baik?

Ayolah kita hadapi itu dengan sengaja memberi tahu orang-orang tentang hal-hal yang mereka tahu tidak benar dengan menolak mengakui aspek positif dari modernitas.

Orang-orang macam tersebut tidak jujur. Saya tidak menyetujui pemalsuan strategis, seberapapun jumlahnya. Jika anda menginginkan orang bekerja dengan anda, anda tidak dapat menggurui mereka dengan hanya berbicara kepada mereka dan menceritakan dongeng. Anda harus menceritakan semuanya kepada mereka; bukan hanya bagian-bagian yang melayani tujuan anda. Anda harus berbicara dengan mereka sebagai orang yang cerdas dan kompeten. Kalau tidak, tidak ada tujuan upaya pendidikan untuk kita. Dengan memperlakukan orang seperti anak-anak, kita bersikap seperti politisi yang kita kritik.

Faktanya adalah kita akan harus menggunakan teknologi modern dengan tatanan sosial yang berbeda. Tidak ada gunanya menyesatkan orang tentang hal itu. Sekarang, teknologi jelas dapat digunakan untuk menghasilkan kehancuran berjumlah besar tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan kebaikan sangat banyak. Bahkan jika kita berhasil melestarikan lebih banyak hutan, lahan terbuka, dan satwa liar; kita masih akan membutuhkan teknologi untuk mempertahankan hutan, lahan terbuka, dan satwa liar utuh. Hal ini akan membutuhkan teknologi tingkat tinggi demi terlibat dalam restorasi dan pemeliharaan ekologi.

Masalah sebenarnya bukan teknologi itu sendiri. Meski ada beberapa teknologi, yang saya akui, seperti energi nuklir, yang saya ingin melihatnya menghilang. Pertanyaan mendasar yang kita hadapi adalah; dengan standar dan arah apa tujuan kita menggunakan teknologi?

Hari ini, teknologi digunakan terutama untuk membuat uang, bukan untuk meningkatkan kehidupan manusia. Di negara ini, sekarang ada skandal besar tentang ban mobil yang rusak. Ban Firestone pada banyak kendaraan sport besar telah hancur berantakan saat kendaraan itu melaju dengan kecepatan tinggi. Semua orang di negara ini mengetahui masalah ini bermula dari satu hal: perusahaan memproduksi secara murah atau barang yang tidak cocok untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Orang-orang tidak percaya dongeng produsen mobil yang baik hati.

Cepat atau lambat, bagaimanapun masyarakat akan memproduksi kendaraan dan ban yang tidak pernah aus tapi dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Jika teknologi ini digunakan untuk tujuan rasional, itu akan menjadi anugerah. Karena itu, saya tidak bisa memilih bahwa teknologi sendiri sebagai sumber masalah. Saya bisa sebutkan alasan teknologi yang digunakan dan menuju apa akhirnya.

Kita hidup di masa yang sangat membingungkan. Terkadang orang mencari jawaban yang mudah untuk pertanyaan kompleks. Jika mesin atau barang berfungsi dengan buruk, itu mudah untuk menyalahkan teknologi daripada perusahaan kompetitif yang mencoba menghasilkan uang atau menyalahkan sikap orang daripada media massa yang membentuk pemikiran orang atau malah mengatakan kita harus kembali ke ideologi-ideologi lama. Fundamentalisme Kristen, fundamentalisme Islam, Marxisme ortodoks, anarkisme ortodoks, bahkan kapitalisme ortodoks malah dianggap untuk solusi.

Orang membutuhkan ide-ide baru berdasarkan alasan, bukan takhayul; tentang kebebasan, bukan otonomi pribadi; pada kreativitas, bukan adaptasi; pada koherensi, bukan kekacauan; dan pada visi masyarakat bebas berdasarkan majelis rakyat dan konfederalisme, bukan pada penguasa dan negara. Jika kita tidak mengatur gerakan nyata; gerakan terstruktur yang mencoba membimbing orang menuju masyarakat rasional yang didasarkan pada alasan dan kebebasan, kita akhirnya menghadapi bencana.

Kita tidak dapat menarik diri ke ego kita yang otonom atau mundur ke primitif. Masa lalu memang tidak diketahui. Kita harus mengubah dunia yang gila ini atau apakah masyarakat akan larut dalam barbarisme yang tidak rasional? Olehnya, hal itu mulai siap dilakukan hari ini.

[Pengalihbahasa: Maong-chan. Kucing yang tidak ingin dipelihara namun banyak yang ingin memeliharanya.]

 

 


Wawancara ini dimuat dalam Jurnal Harbinger vol. 2 no. 1 (2001-2002) yang diterbitkan oleh Institute for Social Ecology (social-ecology.org).